-----------------------------------------------
GERAH. Tak cuma udara, tapi juga karena janji. Janji seekor kucing peranakan Cina yang ingin bertandang. Entah karena ia ingin mengeong atau justru mencakar. Oh ya, kucing ini kucing gaul. Hobinya menarik pelatuk senjata api. Ini pertama kalinya saya melihat kucing keturunan Cina yang senang tembak-tembakan. Tapi saya dengar kali ini ia mengidam batu, tepatnya melempar batu. Dan siang ini, jelaslah bahwa tak akan ada anak yang lahir dengan eces di sudut bibir. Dan di bawah dipan di lantai dua, tergeletak batu mungil yang duduk manis di sana. Segera saja, si kucing gaul ribut mengeong dan melesat naik kursi bulat berwarna tembaga di balkon. Meong. Meong. Meong. Mungkin masih menyimpan kesumat. Semalam ia hampir diangkut punggawa yang patroli. Subversif, katanya. Naaa, itulah akibatnya kalau nekat mendekati markas pusat di penghujung malam. Perlahan tapi pasti, batang rokok mulai terbakar di mulutnya, sambil sesekali rambut poni miring-selamat datang nya dirapihkan. Sampai kemudian langit sore menjelang, lengkap dengan aksesoris awan gelap. Dan si kucing bergelung nyaman di bawah kaki saya, berkutat dengan bantal-guling serta (lagi-lagi) poni-miring-selamat datang nya. Sesekali matanya yang hanya segaris melebar disertai erangan a la kucing garong. Maklum, kotak elektronik di hadapannya menyuguhkan ikan betina nan sekal dan rupawan. Dan kali ini ini, sang papachan seiya-sekata (eh, semeong maksudnya) dengan si kucing.
------------------------------------------------
MAMPET. Sudah hari kesekian, dan hidung kanan saya masih tetap setia dengan sensasi mampet yang ruar binasa. Tapi ini pagi pertama yang saya habiskan dengan menghabiskan sarapan racikan papachan. Wow! Pagi ini saya punya koki pribadi. Ahaha. Sarapannya sederhana. Tapi mengingat siapa yang sudah repot-repot bermain di dapur demi sebuah sarapan yang biasa-biasa saja, justru membuatnya tak lagi sesederhana kelihatannya. Apalagi, kita dibesarkan dalam sebuah budaya yang masih menganggap dapur bukan sebagai tempat alami bagi makhluk berjakun. Sarapan selesai, dan kami beranjak ke tempat nenek. Empat hari kemudian, baru diceritakan olehnya kalau saya-lah perempuannya yang pertama dikenalkan pada nenek. Tambahan lagi, pertama dikenalkan sebagai orang yang diambilnya dari jalan. Wahaha. Cara memperkenalkan yang unik. Sangat khas a la papachan.
------------------------------------------------
HOAX. Ah, dasar SuPervert! Padahal sudah berbulan-bulan chatting, lengkap dengan segala curhatan dan ejekan, tapi masih saja dia tega menyebut saya tak benar-benar nyata. Wahaha. Komedimu menyebalkan sekali, Ki Sanak. Apalagi kemudian dia mengucap hal yang dulu juga pernah terlontar dari bibir si penyuka-gadis-super-muda. Mungkin lain kali, saya memang harus menyamarkan pipi gembil di setiap foto. Ah ya, pria jangkung yang terdengar manis dengan logat cadelnya jangan sampai terlewat. Dia: si pemberi kultum tentang Chaerudim, juga tentang dua lainnya yang nomor seri-nya sudah terbang dari ingatan sejak saya melewati pintu kaca. Hehehe. Hmm, ingatan saya tentang angka memang tak pernah jadi brilian. Tapi sungguh, lekuk kelima action figure miliknya masih saja terbayang. Menggoda. Godaan yang bagi saya cukup sebanding dengan hasrat untuk menggaruk luka di betis kiri. Luka yang ajaib. Muncul tiba-tiba setelah bangun tidur, seperti jaelangkung. Saat mengadukan segaris luka, lelaki saya hanya geleng-geleng kepala dan mencari-cari betadine di kotak obat. Sejurus kemudian, tangannya menyodorkan botol mungil berwarna kuning. Penuh rasa terima kasih, saya buka tutup botol itu sambil bersiap menotolkan isi botol ke luka. Sampai kemudian dia merebut botol kuning itu seraya tertawa terbahak. Tawanya belum berhenti saat dia mengucap, “ngapain luka baret gitu kamu kasih lem fox”. Sampai kemudian dia menunjukkan botol kuning yang tadi saya pegang. LEM FOX. Begitu tulisannya. Ahahaha. Dasar jahil bin usil! Ternyata sore itu saya sukses kena jebakan betmen a la papachan.
------------------------------------------------
BRRR. Hari ini mendung. Bukan hari yang mujarab untuk menyantap es krim atau sekedar jalan-jalan keliling kompleks. Tapi papachan justru ingin mengukur jalan sambil menjilat-jilat es krim Walls. Jadilah. Sore ini kami jalan-jalan secara harfiah. Sesekali tangannya diam-diam menunjuk ke obyek yang diceritakan. Tempat main bola juga kali tempat bersemayamnya para algojo saat hari pembantaian para kambing. Puas menunjuk ini-itu di luar, tangannya sekarang mulai memilah keping dvd mana yang harus saya tonton. 'The Sorcerer’s Apprentice'. Sudah ia tonton, tapi saya belum. Aha, rupanya kali ini ia mengalah. Terharu. Jadi ingat bagaimana kemarin malam ia memeluk saya erat. Yes, dear, I love you too.
------------------------------------------------
ALARM. Satu, dua, ah tidak, lima bunyi bersahutan. Tak ada yang bangun karena memang sudah bangun beberapa menit sebelum alarm berbunyi. Kali ini, kami menang melawan alarm! Oke, apologia. Papachan yang lebih dulu bangun. Hampir pukul tiga dini hari. Sampai kemudian kami menjalankan ritual dini hari. Lalu? Tidur lagi! Hahaha. Siangnya saya sibuk menyilangkan jari telunjuk dan jari tengah. Dari balik meja teller, si tante tersenyum meneropong kartu tanda pengenal saya. Ah, mestinya cukup berjabat tangan saja kalau mau kenalan. Jadi tak perlu ada masa kadaluwarsa. Kartu pengenal saya sudah hampir dua bulan habis masa aktif, mungkin sudah masuk masa tenggang. Dua jam selanjutnya sibuk memanjakan kaki. Demi membuatnya lebih kokoh: mengitari empat lantai sebuah mall. Alasannya satu, ingin memuaskan dahaga papachan menonton 'Harry Potter 7'. Belum terlambat, tapi paling tidak ngidamnya kesampaian. Tak akan ada bocah ileran.
------------------------------------------------
GANJIL. Tuhan menyukai bilangan ganjil. Langit berlapis tujuh. Bahkan Ia menyelesaikan dunia di hari ketujuh. Mungkin cuma soal kepemilikan suami atau istri saja dimana angka tujuh dilarang. Eh tapi kalau soal selingkuhan, boleh tidak ya? Ah, lupakan perkara selingkuhan. Inilah hari ketujuh. Maaf, tak akan kau temukan kata perpisahan di sini. Goodbye? No. Welcome? Yes! Selamat datang Desember. Selamat datang, rindu.
jakarta. duaenam november-dua desember duaribusepuluh.
No comments:
Post a Comment