No body’s perfect. Tak ada manusia yang sempurna. Tentunya, kau tak perlu menghitung Muhammad SAW. Karena dalam kepercayaan yang saya anut, mungkin beliaulah manusia paling sempurna. Pribadinya maksum, alias dijaga dari segala tindak tercela. Manusia yang saya maksud adalah kita. Ya, kita. Terdiri atas saya, Anda, juga mereka. Tapi apa hubungannya antara kita, manusia, dan kesempurnaan (atau mungkin ketidaksempurnaan)?
Hubungannya, karena manusia dilahirkan untuk tidak sempurna. Lalu mengapa Tuhan membentuk kita yang tidak sempurna ini? Dan saya pikir, mungkin saja alasannya demi menunjukkan kesempurnaan itu sendiri. Untuk menunjukkan bahwa hanya Dia satu-satunya yang Maha Sempurna. Sama halnya bahwa ketika kita sakit, kita baru bisa menikmati seperti apa nikmatnya sehat. Saat kita menyadari diri kita tidak sempurna, maka kita akan terpacu untuk memaknai kesempurnaan itu, bahkan mungkin berusaha meraihnya. Mesti persentasinya mendekati 0% (ingat, bagi saya, tidak pernah ada manusia yang sempurna), tapi tak ada salahnya bukan untuk berangan-angan? Toh kita hidup dari mimpi dan harapan.
Klausa bahwa tak ada manusia yang sempurna membuat saya mencoba untuk memaklumi diri dan lingkungan. Saat saya masih belum bisa sepenuhnya sabar, saya mencoba untuk paham. Inilah manusia, sabar ada batasnya. Saat kita lupa, kembali saya coba untuk mengerti: manusia tak luput dari khilaf dan alpa. Itulah mengapa kita dibekali kemampuan menulis, membaca, mendengar, dan berbicara. Untuk mencatat apa yang harus kita ingat dan membaca catatan kita tersebut. Juga untuk mendengar apa-apa yang harus kita ingat, sekaligus mengucapkan apa yang telah diingat sebagai bukti bahwa kita berhasil mengingat.
Ah, rasanya makin lama tulisan ini makin ngelantur kemana-mana. Eh tapi, bukankah saya juga manusia? Hehe.
PS: Tulisan ini dibuat di tengah kondisi mencoba sabar, karena lagi-lagi, tiba-tiba speedy mati begitu saja. Seperti lagu Tenda Biru-nya Desi Ratnasari: tanpa undangan, tanpa putusan. Sekaligus mencoba memahami, bahwa tak ada yang sempurna, termasuk juga Tuan Speedy ini (yang kemudian usaha ini gagal total dengan suksesnya). Dengan kata lain, ini adalah salah satu bentuk produk labil nan gagal yang sungguh jauh dari kesempurnaan, bahkan lebih dekat pada insting dasar manusia: ngambek!
PS (lagi): Setelah 24jam lebih, akhirnya, si speedy nyala. Semoga kali ini si speedy gak labil!
jatinangor.
No comments:
Post a Comment