Tuesday, 27 January 2009

Walikota Kurang Tanggap Sejarah


Keinginan Walikota Cirebon, Subardi S.Pd, untuk menggabungkan perayaan hari ulang tahun (HUT) Kota dan Kabupaten Cirebon menuai kritik keras. Guru Besar Sosiologi, Prof. Dr. H. Abdullah Ali M.A, menanggapi ide Walikota secara tegas. 

Menurutnya, penggabungan perayaan HUT Kota dan Kabupaten Cirebon tidak mungkin dapat dilakukan.   Usulan penggabungan hari jadi tersebut mengindikasikan ketidakpahaman Subardi atas sejarah kota yang dipimpinnya. 

"Kasus Bogor tak bisa disamakan dengan Cirebon karena Kota dan Kabupaten Bogor tidak memiliki sejarah yang fundamental seperti Kota dan Kabupaten Cirebon. Kita tentu tahu, HUT Kota Cirebon bertolak dari sejarah Babad Cirebon, saat Cirebon mulai dibangun oleh Mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Cakrabuana.  Titik tolak inilah yang kemudian membuat para sesepuh Cirebon mencanangkan tanggal 1 Muharram sebagai  tahun kelahiran Kota Cirebon," ungkapnya, Senin (26/1).

Sedangkan sejarah lahirnya Kabupaten Cirebon, lanjut dia, dimulai dari berubahnya kerajaan Cirebon menjadi kerajaan Islam, yang diproklamasikan oleh Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.  Sunan Gunung Jati sendiri adalah anak dari adik Pangeran Cakrabuana.

"Dari sejarah ini saja sudah jelas, mengapa HUT Kota dan Kabupaten Cirebon berbeda. Yaitu karena  perbedaan penentuan peristiwa antara mulai dibangunnya Cirebon dan  berubahnya kerajaan Cirebon menjadi kerajaan Islam. Jadi jangan heran  kalau umurnya berbeda. Umur pendirinya saja sudah terpaut jauh, antara paman dan keponakan," urai Abdullah Ali.

Mungkin, Walikota harus kembali membaca buku primbon mengenai sejarah Cirebon. Sebagai orang nomor  satu di Kota Cirebon, seharusnya Walikota lebih paham mengenai sejarah kota yang dipimpinnya. 

"Pendekatan sejarah tidak mungkin dapat digantikan dengan pendekatan ekonomi, jika itu adalah tujuan Walikota mengusulkan ide penyatuan HUT Kota dan Kabupaten Cirebon. Walikota harus membaca lagi sejarah Cirebon. Tidak bisa sembarangan menyatukan hari jadi dua kejadian hanya dengan alasan efisiensi biaya," tegas Abdullah Ali. 


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 28 Januari 2009. Tentunya dengan mengganti judulnya. Mungkin karena judul asli tulisan dinilai terlalu 'manampar' Walikota? Who know.. :) 

Saturday, 24 January 2009

Keraton Cirebon Terbengkalai Salah Siapa?


Jika Anda yang bukan warga Cirebon lewat di Jalan Pulasaren, barangkali Anda tak akan menyangka sedang melewati sebuah keraton bernama Kacirebonan.

Dikelilingi tembok putih yang lusuh setinggi sekitar 1,5 meter, bangunan bernama Keraton Kacirebonan terlihat kusam dan tak terawat. Bangunannya memang bukan bangunan kuno ala keraton raja-raja Jawa, tetapi bangunan Eropa ala arsitektur Belanda.

Itu hanyalah sedikit gambaran tentang satu diantara empat keraton yang dimiliki Kota Cirebon. Ketiga keraton tersebut adalah Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabonan.

Ciri keraton di Cirebon sangatlah jelas. Ciri pertama, bangunan keraton selalu menghadap ke utara. Di sebelah timur keraton selalu ada masjid, dan selalu ada alun-alun sebagai tempat rakyat berkumpul dan pasar. Di taman pun selalu ada patung macan sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral terbentuknya Cirebon. 

Satu lagi yang menjadi ciri utama adalah piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon.

Keraton Kacirebonan juga menghadap ke utara. Namun, masjid sebagai simbol ketaatan penghuni keraton pada agama Islam tak terlihat menjadi bagian dari keraton itu sendiri. Masjidnya kecil dan nyaris tak terawat. Alun-alun pun hanya berupa hamparan tanah merah yang tak jelas fungsinya.

Yang mengagetkan, aset-aset Keraton Kacirebonan banyak yang sudah tak jelas nasibnya. Kursi-kursi tua yang sangat khas malah teronggok tak berdaya di sebuah sudut kamar yang rupanya bekas kamar mandi umum untuk wisatawan. Satu benda bersejarah yang berumur sekitar 100 tahun dan masih terpelihara dengan rapih adalah kursi pelaminan yang biasa dipakai para sultan. Patung macan sebagai perlambang Prabu Siliwangi malah hampir-hampir tak terlihat karena tak terawat dan tertutup semak-semak.


Bangunan keraton yang dulunya megah kini terbengkalai. Keraton yang semestinya menjadi aset Kota Cirebon justru terlupakan keberadaannya. Pihak Keraton pun kadang merasa dianaktirikan gara-gara minimnya anggaran pemerintah bagi Keraton.

Menurut Guru Besar Sosiologi Cirebon, Prof. Dr. H. Abdullah Ali M.A, hal ini terjadi akibat hubungan antara pihak keraton dan pemerintah kota (Pemkot) yang kurang harmonis.

"Sekarang ini yang terlihat pihak keraton dan Pemkot seperti berebut kekuasaan. Masing-masing merasa lebih memiliki, lebih berwenang dalam mengelola aset Cirebon. Tapi nyatanya justru banyak aset yang terbengkalai akibat arogansi kedua pihak," tegasnya.

Selain itu, seringnya terjadi konflik internal keraton pun makin membuat kondisi Keraton kurang kondusif. Hubungan antara keraton dan Pemkot tidak harmonis, kinerja Keraton untuk melaksanakan tugas kepada masyarakat pun terhambat. Disharmoni hubungan ini pun terlihat dari ketidaksingkronan antara pemerintahan kota dan pemerintahan ala keraton.

"Ini sangat berbeda dengan keraton di Yogyakarta maupun di Solo. Di sana, keraton bertindak sebagai warisan budaya sekaligus pengabdi masyarakat dalam tatanan administrasi kenegaraan," jelasnya.

Satu-satunya cara yang dianggap paling efektif, tambah Abdullah, yakni secepat mungkin memperbaiki hubungan antara Pemkot dan Keraton. Menurutnya, harus ada 'jembatan' yang bisa menghubungkan kebutuhan Keraton dan keinginan Pemkot.

"Pemerintah, dalam hal ini Wali Kota Cirebon, harus jemput bola dalam menyambung rasa dengan Keraton. Pemerintah harus mau berinisiatif membina hubungan yang sinergis dengan Keraton. Keraton kan sifatnya lebih tradisional, lebih feodal, makanya pemerintah harus mau bergerak duluan," ujarnya.

Jika ketidakharmonisan ini terus terjadi, bisa dipastikan Keraton hanya akan berupa bangunan kosong tanpa ruh. Padahal, jika dapat ditangani secara profesional, Keraton di Cirebon dapat menjadi aset pariwisata yang menjual sekaligus sebagai aset pendidikan sejarah.


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 24 Januari 2009

Thursday, 8 January 2009

Cari Untung Lewat Game Online


EMPAT tahun terakhir, kota-kota besar di Indonesia terjangkit demam permainan online, atau biasa disebut game online. Rupanya Cirebon juga tak mau kalah. Sejak 2008, Cirebon juga ikut meramaikan diri dengan game-game center yang menyediakan  layanan game online.

Hingga kini, ada sekitar 20 jenis game online yang paling  laris dimainkan. Sebutlah misalnya Rising Force  Online, Audition Ayodance Online, Yulgang Online, Perfect World Online, World  of Warcraft Online, Street Dancer, dan Counter Strike Online. 

Pemainnya pun sangat beragam, mulai dari laki-laki, perempuan, tua-muda, pelajar maupun pekerja. Dari  pengamatan saya ke beberapa game center yang ada di Cirebon, mayoritas pemainnya adalah remaja pria  baik yang masih duduk di tingkat SMP-SMA maupun di tingkat Universitas.

Misalnya di game center M@mi Net (baca: Mami Net-red) yang berada di Jl. Siliwangi. Dari total 70 unit  komputer yang disediakan, semuanya selalu terlihat penuh oleh pelajar SMP dan SMA.

Daya tarik apa yang menyebabkan permainan ini menjadi sangat menarik dan dimainkan berbagai kalangan, bahkan menjadi rutinitas layaknya hobi?

Mengenai hal ini, saya mewawancarai Agung Satria (13) yang tengah asyik dengan permainannya. Ditemui di Mami Net, Rabu  (7/1), siswa kelas 2 SMP 1 Gunung Jati  ini bercerita tentang awal perkenalannya dengan game online. "Saya  pertama kenal main game online sejak 2007, karena dikenalin sama teman. Awalnya penasaran, lama-lama keasyikan dan jadi hobi," jelasnya.

Lain lagi menurut Reginald (20). Mahasiswa Unswagati ini  mengaku telah mengenal game online sejak tahun 2005. Menurutnya, game online menawarkan sebuah "kehidupan" baru di dunia maya bagi pemainnya.  

Inilah keasyikan yang membuat pemainnya hobi berat bermain game online. Apalagi pemain juga bisa berinteraksi dengan pemain di kota lain, bahkan hingga antar negara. Pemain bisa menjelma menjadi sosok  baru yang mungkin sama sekali berbeda dengan sikapnya sehari-hari dalam kehidupan nyata. Keasyikan  lainnya, pemain bisa mendapatkan uang dari permainan ini, yaitu dengan cara menjual equip (perlengkapan yang digunakan dalam game online) atau karakter game yang ia mainkan. Tak main-main, jual beli karakter  game ini bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

"Hobi maen game juga bisa menghasilkan uang lho. Tahun 2006, saya dapat Rp 500 ribu dari jualan  karakter. Aslinya harga yang dipatok Rp 1 juta. Setelah tawar menawar akhirnya dijual setengah harga," jelasnya.

Tak hanya pemain yang mendapat untung. Pihak game center-nya pun ikut menangguk laba. Alung,   pengelola M@mi Net pun mengonfirmasi hal  ini. 

"Dulu modal kami sekitar Rp 5-6 juta tiap komputer. Sekarang keuntungan yang didapat per harinya sekitar  Rp  600-700  ribu. Belum  genap setahun, tapi dari total 70 buah armada  yang  ada, kami sudah hampir bisa menutup modal," terangnya.

Artinya, game center yang dikelola Alung ini dalam sebulan bisa menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 18 juta. Lebih lanjut, Alung mengatakan, ia yakin hobi ini akan terus eksis. Peminatnya pun akan terus  bertambah mengingat  peningkatan jumlah game online yang selalu bertambah setiap tahun. Hobi bermain  game online bisa menjadi prospek komoditas yang menggiurkan, baik bagi pemain maupun bagi penyedia jasa layanan game.  Anda  tertarik?


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 8 Januari 2009

Tuesday, 6 January 2009

Ahh, Dasar PNS...

Sebelumnya, maap-maap aja nih yaa.. Kali aja yang baca ortunya, atau kakaknya, adeknya, sodaranya, kakek-neneknya, om-tantenya, atau sepupunya ada yang PNS. Ini bukan rekayasa. Kalau ada kesamaan cerita, nama, maupun tempat hanyalah kebetulan yang tidak disengaja (biar kaya yang di tipi-tipi itu loh, hihihi).

Jadi, ceritanya,, Tadi siang saya lagi-lagi main ke kantor di mana PNS-PNS bersarang.
Arloji Casio biru kesayangan saya (halah, sebut merk. ahahaha) masih menunjukkan pukul 11.00 WIBdS (Waktu Indonesia Barat dan Sekitarnya).

Well, seinget saya sih, kayaknya dari jaman saya kecil jam istirahat di kantor manapun adalah pukul 12.00.
Tapi yang saya lihat, dari pukul setengah 11, para PNS sudah bersliweran di komplek kantor pemerintahan.

Ada yang makan soto kambing--ini sotonya uma mahal doank tapi rasanya gak enak, ada yang duduk-duduk santai di bawah pohon sambil ngobrol ngalor-ngidul, ada juga yang lagi wara-wiri naik motor. Ah, korupsi tuh. Wara-wiri di jam kerja, dengan menggunakan kendaraan kantor pula. Ahahaha.

Naah, saat saya masuk ke salah satu bangunan kantor, mayoritas pegawainya lagi asyik nonton TV sambil bergosip ria di lobby. Pegawai yang ada di dalam ruangan malah lagi asoy dengerin lagu sambil bergosip di bawah sepoi-sepoi sejuknya AC merk Sharp.
 
Beberapa menit kemudian datang seorang pria tegap mengenakan topi dan berkaos Polo, serta menjinjing tas besar. Mau tahu apa isi tas besarnya? Kaset-kaset DVD!

Iya, kumpulan kaset DVD. Beragam DVD film dan lagu karaoke.
Tampak salah seorang PNS pria yang sudah keliatan beruban asyik membolak-balik beberapa kaset. Temannya gerah untuk berkomentar.

"Duh, Pak Z****l, cari apa sih? Masi cari yang semi yah?"
(Eh, ngerti kan dengan istilah semi? Kalau enggak, mending tanya sama temen-temen cowo kamu dulu deh. Gak enak dijelasin di sini. Bisa-bisa dicap pornografi sama FPI)

Ya ampunn.. Jadi begini rupanya kerjaan PNS kita?

Ckckckck..
Pantes aja kalau urusan rakyat gak selesei-selesei. Hahaha
Udah ah..
Udah Magrib..
Waktunya sholat buat ngapus dosa yang inih. Huehehehe.