Thursday, 15 October 2009

Don't Wanna Be You!

i don't ever be like you,, and i really mean it.

ya. aku tak akan pernah jadi seperti kamu.

kamu.
kamu orang yang selama empat tahun selalu berusaha - dengan menghalalkan segala cara - untuk membuatku tidak bahagia.
kamu orang yang berharap aku tidak akan merasa bahagia selamanya.
kamu orang yang tiga tahun lalu tertawa saat aku kehilangan orang yang aku sayangi untuk selamanya.
kamu orang yang berharap giliranku tiba setelah kepergian orang kesayanganku tersebut.
kamu orang yang selama empat tahun tak bosan memaki, lalu minta maaf, dan mulai memaki lagi.
kamu orang yang pernah berkata akan menusuk jantungku jika bertemu.

padahal mudah saja kalau aku ingin membalas semua perkataan dan perbuatanmu.
mudah saja untuk membuatmu tidak bahagia. toh aku yakin sebenarnya justru kamu-lah yang tidak bahagia selama empat tahun ini.
mudah saja untuk balas tertawa saat kamu kehilangan orang yang kamu sayangi, juga untuk selamanya.
mudah saja untuk balik berharap agar giliranmu segera tiba, menyusul orang kesayanganmu tersebut.
mudah saja untuk membalas makianmu, lalu minta maaf dan kembali memaki.
mudah saja untuk membalas ancamanmu yang ingin menusuk jantungku.
mudah saja untuk melaporkan semua ancamanmu, dengan dalih demi keselamatan diri.

tapi apa pernah aku membalas semua perlakuan dan perkataanmu?
aku justru berdoa agar kamu bahagia.
aku justru ikut bersedih saat kamu kehilangan orang yang kamu sayangi, dan berharap semoga kamu diberikan kesempatan untuk membahagiakan satu lagi orang yang kamu sayangi.
aku justru sudah memaafkanmu, selalu berulang-ulang memaafkanmu, saat semua makianmu datang.
aku justru tak melaporkan semua ancamanmu.

karena aku tidak sepertimu
dan aku tak akan pernah menjadi sepertimu

that i don't ever wanna be like you
i don't wanna do the things you do
i'm never gonna hear the words you say
and i don't ever wanna,
i don't ever wanna be you!

Saturday, 10 October 2009

Charlie..oh..Charlie..

seperti biasa lah,, saya punya jadwal antar si adek berangkat sekolah. pulangnya mampir dulu ke rumah tante. dan acara berlanjut ke kegiatan nonton tv bersama. pagi-pagi kalo gak acara gossip,, ya paling adanya acara musik-musik gitu lah.

tapi nyatanya kegiatan menonton bersama agak-agak terganggu sama tangan tante yang begitu cepat mengonta-ganti channel tv.

"nyari acara apa sih?"
"cari yang oke, mbak"

cari yang oke--well, kalimat ini membuat saya berfikir: oke juga nih tante,, gaul abis deh! pasti cari penyanyi yang tampangnya oke. lumayan deh buat ikut cuci mata. hehehe.
tapiiii...

"loh koq diganti lagi? itu kan ada afgan.. ihh manis tau..."

dan saya cuma bisa heran. itu cowo semanis koq afgan dilewatin begitu ajaaa??
beberapa detik kemudian,,

"nah ini nih mbak.. ini T2 lagunya bikinan charlie kan?"
"hah, charlie siapa? gak kenal ah"
"siapa lagi lah mbak.. itu loh charlie ST12.."
"oohh,,,"
"nah ini dia nih mbak, yang dicari-cari.. aduh akhirnya ada juga. ih seneng banget deh liatnya"
"liat apanya? mending juga afgan deh,, ato vidi deh vidi yang tadi. lumayan ah cuci mata pagi-pagi"
"ih mending juga charlie ini, mbak. daripada afgan mending dia tau mbak. ini charlie tuh gak ngebosenin liatnya. lagunya juga enak-enak. pokoknya bakal seneng banget ih kalo setiap hari liat dia terus di tv. kalo boleh nikah lagi sih mau deh sama dia, mbak. hehehe"

WHAT??!!

dan ternyata, kata tante saya si charlie jauh lebih mending daripada afgan. dan itu artinya lebih cakep charlie daripada afgan yang cute ituh. artinya lagi, kalo liat afgan itu ngebosenin, tapi liat charlie enggak. oalaaahhh...
@_@~~


cirebon

Monday, 5 October 2009

cerita.empat.oktober

waktu itu malam minggu. ya, malam minggu. sekitar pukul 9 malam, saya masih ada di Vendo buat numpang maenin si asthenia. sebelum diantar pulang, saya diculik dulu buat beli kertas hvs. pulangnya? pulangnya saya dikasih sebuah gelang pink.

ada apa ya, koq saya dikasih gelang? warna pink pula? @_@~~

"met ulang taun ya, win. aku bisanya kasih hadiah ini aja, gak apa-apa kan?"
"wahh,, ih suprise deh kamu inget ma ulang taun aku. anyway makasih ya hadiahnya."
"iya lah inget. kan fotokopian ktp anak-anak yg laen juga ada di saya. hehehe. dipake donk, win."

usai mengalungkan gelang di tangan kanan, sontak saya bertanya kepada sang pemberi hadiah.

"eh kenapa pink ya?"
"loh kan kamu suka warna pink"
"hah? siapa bilang? hehehe,, jadi kaya cewe banget ya jadinya. kaya enggak winy banget. hehehe. eh tapi makasih loh tetep. pasti dipake hadiahnya."
"oh salah ya? hehehe, salah nebak berarti."

****

message from: +62856xxxxxx86
03.10.2009 22:23
kamu dimana? udah di rumah belom?

message to: +62856xxxxxx86
03.10.2009 23:25
aku udah di rumah koq. mas lagi ngapain? tumben belom tidur.

message from: +62856xxxxxx86
03.10.2009 22:28
lagi nunggu reminder bunyi..

message to: +62856xxxxxx86
03.10.2009 23:30
loh reminder apaan? mending istirahat lah. tar kamu sakit lho mas.

message from: +62856xxxxxx86
03.10.2009 22:32
ya gak tau. soalnya reminder aku belom bunyi.

message from: +62856xxxxxx86
04.10.2009 00:06
ga bobo kamu?

message to: +62856xxxxxx86
04.10.2009 00:06
belom nih. ada apa mas? hehehe.

message from: +62856xxxxxx86
04.10.2009 00:07
aku bobo dulu ya...

message to: +62856xxxxxx86
04.10.2009 00:08
loh koq bobo? gak ada apa-apa dulu nih? ya udah deh. met bobo ya mas. have a nice dream.

message from: +62856xxxxxx86
04.10.2009 00:10
hwkwkwkkw. pasrah amat. padahal aku mau telpon. kalo kamu mau bobo ya udah gak jadi telpon...

message from: +62856xxxxxx86
04.10.2009 00:10
ahh koq gitu? mau ditelpoooonnn...

****

..menjelang magrib..

"koq ini orang rumah pada ilang ya? pada ke masjid apa nih?"

dan tiba-tiba dari depan pintu rumah terdengar derungan motor.

"oh, ternyata abis pada pergi. tumben gak pada bilang kalo pada pergi."

saat itu saya lagi duduk di ruang tengah sambil nonton tv. ruang tamu masih gelap. dan dua unyil masuk bawa lilin. lah, ngapain bawa lilin ya? kan enggak mati lampu. gitu pikir saya.

"met ulang taun ya mbak...."
"loh.. loh.. apaan nih??"

dan si dede-dede udah masuk ruang tengah sambil bawa sekotak kue. di belakangnya menyusul ibu sama bapak.
lalu ucapan selamat terucap empat kali, dengan cium tangan plus cium pipi kanan-kiri juga.

"ayo mbak, tiup donk lilinnya."
fiuuhh...
dan saya make a little wish dalam hati. hehehe.

****

"ihh mbak winy ke kamer donk sana, mbak."
"iya dek, tar aja ya. dede mau ambil apa sih? sok aja ambil sendiri ya."
"ya udah deh gak jadi."

beberapa menit kemudian.

"mbak, udah ke kamer belom?"
"emang kenapa sih de? koq nyuruh-nyuruh ke kamer mulu? tar aja ya, panas nih di dalem kamer."
"yaaahhh.."

sekian menit kemudian.

pluk.

"hah! apaan nih dek? pr-nya dede ya?"
"buka aja sama mbak."

usai menyuruh saya membukka bungkusan plastik, si dede langsung ngacir ke ruang belakang.

"eh. bukanya di kamer aja mbak!"

saya pun menurut.

semenit kemudian saya terharu.
di dalam plastik itu ada sebuah buku tulis yang setahu saya itu punyanya si dede. rupanya plastik itu sudah sengaja dia taro di dalam kamar. mungkin buat kejutan. lalu ada kaleng permen dengan lipatan kertas putih yang ditempel dengan selotip.
tulisannya sedikit acak-acakan.

buat mbak winy. dari dede lida.
mbak. met ulang taun ya. ini hadiah dari dede buat mbak.

wow!
isi kaleng permen itu memang bukan apa-apa. hanya sebuah gantungan dari kain berwarna pink.

"hehehe. ini hadiah dari aku buat mbak. ini buku aku sih, udah ada tulisannya dikit. tapi soalnya kertas sampulnya kan kupu-kupu. aku cari lagi sampulnya enggak ada, jadi ya udah sekalian aja ya sama bukunya. terus ini gantungannya juga kupu-kupu. kan mbak winy sukanya sama kupu-kupu."

eh tapi emang dasar anak kecil ya. abis ngasih hadiah, lalu tiba-tiba dia berucap:
"eh mbak, itu kan gantungan kupu-kupu pinknya yang punya aku. nanti ditaronya di kamer aku aja ya. mbak winy kan udah punya yang warna birunya..."

cirebon. pasca ulang tahun ke 22

Sunday, 31 May 2009

Cerita Air dan Api

“Sudah cukuuuppp!! Aku pikir, kita memang tidak cocok. Aku Api, dan kau? Kau hanyalah setetes air, yang mudah menguap lalu hilang di udara. Sudah kodratku untuk terus membara dan mengenyahkan segala hal yang lemah, termasuk kau!”

***

Air hanya bisa menatap tubuhnya yang mulai jatuh perlahan dari cawan yang berkilauan. Ia mulai keruh karena bercampur dengan debu di sehelai daun yang kini ditempatinya. Rupanya Api sudah tak menginginkannya lagi. Sang Api mulai memberinya energi panas berlebih. Mungkin, tak berapa lama lagi Air akan mulai menguap, kemudian menghilang di udara.
Air mulai merenungkan apa yang pernah didengarnya, tentang mitos Air dan Api. Dulu Air diciptakan untuk menyertai Sang Api. Jika Api yang destruktif disandingkan dengan Air, katanya akan menghasilkan perpaduan yang harmonis, karena Air mampu meredam gejolak Api yang ingin melahap apapun disekelilingnya. Air pun akan terlihat lebih kuat dengan semangat yang dikobarkan Sang Api. Tapi nyatanya, mitos tak selamanya benar. Tak selamanya pula, Air sanggup untuk mengimbangi Sang Api.
Kini, Air sudah bisa melihat uap disekelilingnya. Panasnya Api sudah cukup untuk membuatnya hilang dalam hitungan menit.

***

“Tolonglah Api, aku hanya ingin bermain dengan kumpulan Air disana. Aku rindu belaian Angin saat menyapa kami. Kau kan tahu, Angin tak akan bisa menyapaku jika aku sedang bersamamu. Angin bisa membuat kobaran apimu makin besar, dan itu dapat membahayakan kita semua. Dan lagi, aku sudah mulai lupa asinnya Air Laut. Sudah lama aku tak mengunjunginya”.

“Tidak!! Pokoknya kau tidak aku izinkan! Sudah hampir seminggu kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu, menjaga tanaman agar tetap subur. Minggu lalu pun, kita tak bisa bertemu karena kau harus mengurus pohon yang hampir layu. Tak tahukah kau betapa aku merindumu, Air?”

“Aku pun sangat rindu padamu, Api. Tapi aku tak mungkin meninggalkan pekerjaanku. Aku cinta dengan pekerjaanku ini, kau pun tahu itu. Tapi, tak bisakah aku meminta bagian waktu kita untuk sedikiiiiiit saja kesenanganku? Toh, kita kan tetap bisa berhubungan lewat Angin, Burung, dan Bunga-bunga. Please?”

“Terserah kamu! Tapi kau harus tahu, aku tak suka dengan permainan kesukaanmu itu!!”

“Please, Api... Hanya permainan ini yang bisa menghilangkan kepenatanku berkeliling kota menjaga kesuburan para tanaman.”

“Ah, sudahlah. Kau memang tak mau bertemu denganku. Kau lebih memilih teman-temanmu daripada aku. Kau memang tidak rindu denganku! Sudah, sana!! Urus saja pekerjaanmu dan teman-temanmu, serta permainan konyolmu itu!!”

“Bukan itu maksudku, Api. Percayalah, aku pun rindu padamu. Aku ingin bertemu denganmu. Tapi pekerjaanku belum selesai, belum lagi aku memang sudah ada janji dengan teman-temanku. Aku rindu padamu, tapi aku juga rindu dengan teman-temanku. Aku rindu merasakan senangnya bermain-main dengan mereka.”

“Sudahlah, tak perlu beralasan lagi! Kita memang tak cocok! Mungkin lebih baik kita jalani kehidupan kita masing-masing!”

***

Air tak menyangka, Api yang dikenalnya sudah berubah. Api bukan lagi Api yang begitu pengertian. Kobaran apinya pun mulai membesar dan menakutkan. Ketakutan Air akhirnya terjadi. Nyala Api mulai membesar dan Air sudah tak cukup kuat untuk meredamnya.

“Api, tenangkan dirimu. Lihatlah, kobaran apimu makin membesar. Hati-hati, kau tentu tak mau menghanguskan siapapun bukan?”

“Aahh. Diam kau Air! Kau itu tahu apa? Kau cuma setetes air yang tak punya daya apapun! Kau itu belum punya pengalaman, jadi tak perlu menasehati aku tentang apa yang harus atau tidak perlu aku lakukan. Jangan berlagak di depanku! Aku yang lebih tahu tentang apa yang harus aku lakukan dan katakan! Jangan membuatku terlihat bodoh dengan segala macam nasehatmu!!”

“Api, tenanglah sedikit. Bukan itu yang aku maksud. Aku tak pernah bermaksud membuatmu terlihat bodoh atau apapun. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Itu saja.”

“Masa bodoh denganmu!!”

***

Sebentar lagi, Air akan benar-benar menguap. Ia akan berkumpul bersama teman-temannya di awan. Air berdoa agar awan tempatnya kelak selalu bisa mengikuti Sang Api. Dengan demikian, ia masih bisa menjaga kobaran Api tak terlalu besar. Jika Api mulai makin membara, Air dan teman-temannya bisa turun sebagai hujan, agar Api tak terluka dengan kobarannya sendiri.
Air memang belum berpengalaman dalam menghadapi Sang Api. Pengetahuannya tentang kehidupan pun masih lebih kecil dari seujung kuku seorang balita.

“Mungkin, Air memang bukan yang terbaik untuk Sang Api”.

Sedetik kemudian, Air telah habis menguap dan pergi bersama Angin ke dalam awan.

Monday, 30 March 2009

Selamat Pagi, Mentari!

Pernahkah kau merasa begitu bahagia dalam hidupmu? Seakan semua makhluk turut mengamini kehidupanmu, kau buka pagimu dengan mengucap salam selamat pagi kepada mentari?

Lalu kau jelang dia yang senyumnya serupa mentari. Sapanya seumpama burung gereja bernyanyi, dan langkahnya serupa lambaian bebungaan tertiup angin. Bersamanya kau akrabi embun yang biasanya tak pernah datang. Kau karibi wangi tanah yang biasanya enggan mampir ke indra penciumanmu.

Selamat datang di taman orang-orang yang sedang jatuh cinta, wahai Sang Pencinta.

-Ifa Avianty, Semusim Lalu-

Monday, 9 March 2009

Go International Lewat Layang-Layang


Siapa bilang band indie gak bisa menembus kancah internasional? Overload Romance (OR) sudah mematahkan pesimisme tersebut dengan lolos masuk nominasi Asian Voice Independent Music Awards (AVIMA) 2009, ajang bergengsi bagi pemusik indie se-Asia.

OR yang digawangi Ari (vocal), Oggie (gitar), Uthe (bass), Andri (keyboard dan synthetizer), dan Vandu (drums) sukses masuk dua nominasi dalam AVIMA 2009, yakni kategori Best Pop Act serta kategori Sunshiny-Feel Good Song of The Year lewat lagu andalan Layang-layang.

"Kami sangat bersyukur bisa masuk ajang bergengsi ini untuk mewakili Indonesia," ujar Ipunk, salah satu manajer OR kepada "MD", Kamis (26/2).

Selain OR, band indie lain asal tanah air yang juga turut lolos adalah Everybody Loves Irene, Koil, Elemental Gaze, dan Ritmic-Traumatic. OR sukses masuk nominasi AVIMA 2009 setelah bersaing ketat dengan band-band indie dari 16 negara di Asia.

"We get 1000 songs to filtering down them to their respective categories. So, I guarantee that all the songs which came to nominee are the best. I wont be suprised if we see these act charting in Europe and US", tegas Siva Chandran, Ketua AVIMA 2009, dalam situs resmi AVIMA. 

Penilaian AVIMA 2009 akan diadakan selama Maret 2009. Sebanyak 30% penilaian didapat dari online voting, sedangkan 70% sisanya didapat melalui penilaian juri dari Eropa, Australia, dan Amerika Serikat.


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 9 Maret 2009

Thursday, 5 March 2009

Si Oknum

Sebelumnya,,saya nulis ini dalam kondisi ngantuk, jadi ya maaf-maaf aja ya kalo ada kesamaan tokoh, tempat, waktu, dan tempat.. Namanya juga si oknum..semuanya pasti disamarkan, hehehe.

ini tentang si oknum, yang merupakan teman dari teman tetangganya sodara yang punya kenalan di tempat nongkrong mantannya si temen, yang kebetulan pernah dikenalin ke orang yang ceritain tentang kisah konyol ini ke saya.


katanya,,

suatu hari si oknum jalan-jalan dan enggak sengaja ketemu seorang cewek. Yang awalnya gak kenal, akhirnya mereka ngobrol. Karena sama-sama pemalu, mereka cuma bisa ngobrol menggunakan jasa si F.

rupanya, hasutan si F cukup mumpuni. Si cewek mulai merasa tertarik ke si oknum. Sampai akhirnya ketertarikan itu diketahui temen2 se-genk si cewek. Tak ayal lagi, mereka pun lantas menggoda habis-habisan si cewek.


Yang tadinya berusaha menampik, akhirnya si cewek mengubah cara menghadapi godaan teman-temannya tersebut. Ia mulai cuek menanggapi semuanya. Harapannya, jika bersikap terbuka dan cuek, teman-temannya akan bosan sendiri..


kembali ke cerita si oknum...


rupanya, malah si oknum yang kegerahan akibat godaan teman-temen si cewek kepada cewek itu. Entah mengapa, meskipun si oknum tidak merasakan sendiri godaan-godaan tersebut tiap hari, justru si oknum yang kegerahan. Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk tak menghubungi lagi si cewek.


yah,, si cewek akhirnya cuma bisa membatin


"kayaknya yang digoda-godain tiap hari kan aku.. kenapa malah dia yang ribet?

Kayaknya godaannya juga biasa-biasa aja, kenapa dia bilangnya heboh?
Ini sebenernya yg GR siapa sih?
Aku yang terlalu cuek ngeladenin godaan mereka, atau dia yang terlalu heboh sih?
Whateverlah..biasa aja sih"



Cirebon.

Tuesday, 3 March 2009

Siapa Berani Uji Nyali?


Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Muludan kali ini juga diramaikan oleh wahana Rumah Hantu. Minggu  (1/3)  malam,  saya memberanikan diri untuk ikut memacu adrenalin di  Rumah Hantu. Dari luar sudah ramai terdengar jeritan. 

"Mari, Mbak. Masa kalah sih sama anak kecil itu?  Dia aja berani tuh," ujar Black, penjaga wahana, menantang.

Tak mau kalah, saya pun segera merogok kocek mencari pecahan uang Rp 5 ribu untuk membeli tiket masuk. Sekitar sepuluh orang sudah asyik mengantri. 

Wahana Rumah Hantu kerap menjadi perhatian pengunjung Muludan. Tiap hari, menurut Black, sekitar 60 orang beradu teriakan di Rumah Hantu. Bahkan, pernah pula ada pengunjung perempuan yang jatuh pingsan karena terlalu takut. 

Ada apa sih dengan Rumah Hantu, sampai bisa membuat pengunjung menjerit ketakutan?

Sesuai namanya, Rumah Hantu memang benar-benar berisi hantu. Ada tiga jenis hantu yang ditampilkan, yaitu Kuntilanak, Pocong, dan Tuyul. Tapi jangan takut dulu, sebab ketiga hantu tersebut bukan hantu betulan.  Semuanya hanya pekerja Rumah Hantu yang sudah didandani agar menyerupai hantu-hantu tersebut.

"Tapi tadi di dalem itu bener-bener nyeremin banget deh! Kuntilanak sama Pocongnya kaya beneran. Aku udah takut banget tadi. Suaranya itu lho. Hiyy, serem!" ujar Susan.

Jika Anda masuk ke dalam Rumah Hantu, Anda akan disambut dengan kegelapan. Hanya ada lampu temaram berwarna merah yang menerangi. Di dalamnya ada tiga bilik, tempat masing-masing hantu bersemayam. Tantangan pertama, Anda harus menghadapi Tuyul yang melompat-lompat di samping Anda. Selain itu bilik pertama juga dihiasi dengan patung-patung dan topeng Tuyul.

Eit, jangan dulu menarik nafas lega karena hantu Kuntilanak akan menghampiri begitu Anda memasuki bilik kedua. Segera saja, suara tawa ala Kuntilanak akan membahana mengisi seisi rumah hantu. Tak ayal lagi,  pengunjung langsung menjerit ketakutan. Tapi Anda harus menyimpan teriakan karena usai melewati tantangan kedua, sosok Pocong akan muncul melompat-lompat dari bilik ketiga. Sontak saja, semua pengunjung kembali berteriak. 

Meski pengunjung sadar kalau ketiga sosok yang mereka hadapi hanyalah versi KW alias tiruan dengan efek make-up yang serupa aslinya, tapi tetap saja mereka merasa takut. Apalagi kadang hantu-hantu tersebut bergerak mendekat, sampai-sampai pengunjung lebih memilik teriak sambil menutup mata. 

Walau di dalam Rumah Hantu saling adu teriak, begitu keluar pengunjung cuma menarik nafas lega sambil berucap  jumawa, "Ah, segitu doank. Rumah Hantu, siapa takut?"


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 3 Maret 2009

Sunday, 1 March 2009

Main Tembakan di Arena Muludan


"Coba aja tembak, mas. Pasti sampai kalo jaraknya masih kurang dari 10 meter mah". Begitu ucapan Maman (43) seraya memberikan sepucuk senapan kepada salah satu pengunjung lapaknya. Tak lama kemudian, sebuah letusan terdengar. 

Dorr!!

Jangan kaget jika Anda mendengar letusan senjata saat berkunjung ke Muludan. Ini bukan atraksi kejar-kejaran antara pencopet dan polisi, tapi percobaan senapan angin. Ya, Muludan tahun ini juga ikut diramaikan dengan penjualan senapan angin.

Maman, sang penjual senapan angin ini mengambil barang dagangannya dari Cipacing, Cicalengka. Di  kalangan pengguna senapan angin, Cipacing memang dikenal sebagai produsen senapan angin. "Kalau soal kualitas, saya bisa jamin deh. Cukup bilang senapan-senapan ini dari Cipacing, calon pembeli pasti sudah yakin kualitasnya," jelas Maman.

Menurut Maman, biasanya ia menjual senapan angin hasil rakitannya sendiri. Namun sejak tahun 2000-an, ia hanya mengambil senapan dari pabrik. Dibandingkan biaya produksi dan  harga  jual, tambahnya, keuntungan yang didapat sangat sedikit. 

Di  Muludan kali ini, ia membawa sekitar 25 senapan angin. Empat diantaranya sudah terjual. Rata-rata,  Maman menjual senapan anginnya seharga Rp 250 ribu untuk ukuran kecil dan Rp 900 ribu untuk ukuran besar yang disertai peredam suara di moncong senapannya.

"Selama sepuluh hari di sini, baru terjual empat buah. Yang barusan terjual saya lepas seharga Rp 400 ribu  untuk ukuran sedang. Kalau bicara untung-rugi mah, ini keitungnya belum dapet untung. Biaya sewa di sini mahal banget," keluh pria asli Bandung tersebut.

Selama berjualan di Muludan, Maman ditarik biaya Rp 1,5 juta sebagai biaya sewa satu unit lapak. Itu belum termasuk retribusi kebersihan sebesar Rp 20 ribu dan iuran listrik Rp 100 ribu tiap satu unit pemasangan lampu.

"Karena di sini pasangnya dua buah lampu, ya, berarti bayarnya Rp 200 ribu. Semua bayaran itu untuk selama di Muludan," ucap Maman.

Untuk menutup biaya sewa, Maman juga menjual hiasan berupa samurai, golok, dan kujang. Hiasan-hiasan  tersebut dibandrol seharga Rp 100-400 ribu. Tak hanya itu, tapi ia juga menjual beberapa wayang. Ada karakter cepot, raja-raja, maupun  punakawan lainnya. Harganya? Cukup merogoh kocek Rp 25-40 ribu.

"Sekarang sih sudah susah  jual senapan angin. Peminatnya makin sedikit. Yah, paling cuma para pemburu  burung aja yang tertarik membeli. Contohnya, pembeli asal Palembang yang barusan. Dia mau bawa senapannya ke Palembang, di sana kan sebentar lagi musim berburu. Sekarang saya juga jualannya segala macem, lumayan buat nambah-nambahin," jelas Maman.


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 1 Maret 2009

Wednesday, 25 February 2009

Muludan, Dicari Wisatawan


Sudah hampir seminggu, Kota Cirebon diramaikan dengan acara Muludan. Sejak Rabu (18/2), ratusan pedagang sudah memadati lokasi Muludan di Alun-alun Keraton Kesepuhan. Beragam jenis kebutuhan dijajakan. Mulai dari makanan, peralatan makan, pakaian, mainan hingga boneka. Harga yang ditawarkan pun sangat bersaing. 

Misalnya untuk membawa sebuah boneka berukuran kecil, kita cukup merogoh uang sebesar Rp 5-10 ribu. Itupun masih bisa ditawar lho. Sedikit bocoran, saat saya jalan-jalan ke Muludan, Selasa (24/2) siang, boneka lucu berbentuk tokoh kartun Spongebob Squarepants ukuran sedang bisa dibawa pulang setelah menawar dengan harga Rp 25 ribu saja.

Rupanya, tak hanya pengunjung lokal yang tertarik dengan Muludan. Diantara sekian banyak pengunjung siang itu, perhatian saya langsung tertuju pada sosok pria yang sedang asyik memotret pajangan boneka. Tingginya sekitar 175 cm, dengan tas hitam disampirkan di pundak. Tom, pria asal Meulborne, Australia ini asyik memotret boneka Spongebob Squarepants dari berbagai sudut. 

"I've come from Australia to do some jobs. I'm photographer," ucapnya.

Rupanya, Tom sudah 2 hari di Indonesia. Dari negara asalnya, ia bertolak menuju Jakarta. Selasa pagi, ia baru tiba di Cirebon. Menurutnya, ia sedang bertugas di Indonesia selama beberapa hari. Kebetulan, ia mendengar tentang keraton-keraton di Kota Cirebon.

"I'm very interesting with all the stuff about palace. I've heard that Cirebon has some palace. When I came this morning, I really get surprise with this event. You called it muludan, right?" jelas Tom sambil membidik boneka-boneka.

Kehadiran Tom di Muludan tak hanya menarik perhatian saya, tapi juga beberapa pedagang. Berkali-kali terdengar sapaan dalam bahasa Inggris kepada Tom. Mereka seakan berebut menawarkan barang dagangannya. Tapi orang yang dipanggil-panggil hanya bisa tersenyum seraya mengerutkan kening. Maklum, Tom tak piawai berbahasa Indonesia. Ia pun hanya mampu menjawab sapaan para pedagang dengan lambaian tangan.

"I'm tired, but feels happy too. This event are so unique. Hopefully, I can come again next time to take some photographs for my vacation," ujar Tom saat hendak berpisah dengan saya.

Saat berpisah, masih terdengar beberapa pedagang menyapa, "Hai Mister, come here, mister. Come here". Ya, mari ke mari, ke Muludan. Masih ada sekitar 12 hari lagi menuju puncak kegiatan Muludan. Kalau turis asing saja tertarik berkunjung ke Muludan, masa penduduk lokal Kota Cirebon masih enggan menyambangi Muludan? Malu donk.

*Dimuat di SK Mitra Dialog, Februari 2009 (lupa tanggal berapa, hihihi)

Sunday, 15 February 2009

Kalau Wartawan Bohong

Kalau wartawan bohong, apa jadinya ya?

Ini kejadiannya Rabu (11/2) siang, tepatnya di sebuah gedung Asrama Haji Watubelah, Sumber, Kab. Cirebon.

Hari itu, saya, Mba Dewi, ma Mas Andi jalan-jalan ke gedung itu..
Ceritanya ada liputan,, ada peringatan Harlah Muslimat NU ke-63. Kedua wartawan lagi pada getting. Mba Dewi liat-liat kondisi, Mas Andi asyik jeprat-jepret pake camdig-nya. Saya sih nonton ajah... kan ceritanya lagi magang..hahaha

Karena harus wawancara, saya ma Mba Dewi ke ketua acara dan ketua Muslimat NU-nya. Mas Andi still take some photographs. Dan kami bertiga pun misah jadi dua kelompok.

Biar cepet ceritanya, jadi,, ceritanya saya ma Mba Dewi ngobrol ngalor-ngidul ma si Ibu. Udah ngerasa cukup (cukup gak ngerti maksudnya..hehehe), kami berdua pun pamit.

Mba Dewi (DW) : "Makasih, Bu. Kami mau pamit dulu. Kebetulan sudah ditungguin sama wartawan yang satunya lagi di parkiran."
Si Ibu (SI) : "Lho, makan dulu kita rame-rame."
Saya (SY) : "Makasih banget lho, Bu. Tapi kami mohon pamit, kasian wartawannya udah nungguin dari tadi."
SI : Gak papa. Itu temennya panggil aja ke sini. Pokoknya harus makan dulu. Kata orang-orang tua, asal sedikit tapi harus cobain smua makanannya dulu." (Nadanya Si Ibu udah mulai agak maksa nih)

Saya ma Mba Dewi cuma saling pandang. Secara gituh yaaahh, sebelum ke tempat itu udah isi perut duluan di Warung Pa Leman.

Biar aman, Mba Dewi ijin pamit sekali lagi, dengan embel-embel alasan: "Makasih banget, Bu. Tapi maaf banget, kami udah makan, dan sekarang ada liputan lagi ke DPRD. Jam 1."
(Sambil nunjukin jam tangannya, yang udah nunjukkin pukul 13.10)

Si Ibu keliatan kecewa tapi akhirnya merelakan kami pergi tanpa mencoba masakan yang sudah disiapkan. Dan saya ma Mba Dewi pun keluar ruangan, segera memakai sepatu. Mba Dewi selesai duluan dan menuju ruangan aula, saya masih di depan pintu berusaha menggunakan kaos kaki. Si ibu menunggu di depan pintu juga, bareng satu ibu lainnya. Dan tiba-tiba Si Ibu mengajukan pertanyaan yang bikin saya gelagapan buat jawabnya.

SI : "Emang ada acara apa gitu di DPRD?"
SY : "Aduh, acaranya kalo gak salah rapat komisi gitu, Bu. Kebetulan tadi liat jadwalnya cuma sepintas, soalnya langsung ditugasin buru-buru kesini."
SI : "Ohh, Komisi apa gitu emangnya?"
SY : (mengerutkan kening, bingung mau jawab apa. Secaraaa,, sebenernya gak tau itu di DPRD ada liputan apa, komisi apa, rapat apa) "Bentar Bu, diinget-inget dulu. Kalo gak salah sih, Komisi B sama Komisi C deh bu. Soalnya saya baru sih Bu, belum apal ruangannya yang mana aja." (Sumpah, ini gak tau kenapa bisa terinspirasi jawab gini, mungkin ngitung kancing dari baju Si Ibu kali yah.. ^_^v)
Si Ibu lainnya : "Loh Mba, Bu Aam (Si Ibu yang kami wawancarai) ini kan Komisi B juga Mba... Tapi ada di sini koq, Mba"

Mampusss... saya cuma bisa nyengir... sambil ngebatin, ini Mba Dewi balik buruan ke sini..
Hahahaha

Untungnya Si Ibu terlihat mikir...
SI : "Kalo Komisi B sih hari ini enggak ada agenda deh kayaknya"
SY : "Oh, gitu ya Bu? Waduh, jangan-jangan saya salah liat jadwal nih, Bu. Soalnya tadi buru-buru"
SI : "Tapi emang hari ini kalo gak salah emang ada kunjungan gitu Mba, Komisi C ma D kalo gak salah yah"
SY : "Mungkin itu kali ya, Bu.. Duh maaf yah, Bu.. Gak lengkap saya liatnya.. Mungkin yang saya liat komisi D, malah keliatnya B.. Gak apa-apa deh ya, Bu, ya... Kan deketan hurufnya, agak-agak mirip. Hehehe..."

Setelah tertawa dengan lelucon garing saya itu, Mba Dewi sang penyelamat datang.. Akhirnyaaaahhhh...

Di motor, setelah saya ceritain insiden Komisi itu ke Mba Dewi ma Mas Andi,,
sambil ketawa Mba Dewi bilang, "Eh, Win, itu ternyata yang saya liat jadwal rapat minggu depan deh kalo gak salah.. bukan yang hari ini .. hahahaha"

Duh, mudah-mudahan aja Si Ibu-nya gak nyadar yah...
Amieennn

Ahahahahaha

Monday, 9 February 2009

Kalo Kata Caleg: "Insya Allah Khilaf!"

“Merdeka! Merdeka! Merdeka!”

Puluhan tangan terkepal di udara. Sekitar 50 orang bersahutan meneriakkan kata tersebut. Puluhan lainnya berkerumun di depan Gedung Serba Guna LPM Kecapi, Kec. Harjamukti, Minggu (9/2) siang.

Begitulah suasana dialog antara para caleg dan masyarakat di Kel. Kecapi, Kec. Harjamukti. Suasananya sungguh hangat, padahal di luar, hujan sudah mengguyur jalanan Kota Cirebon sejak acara dimulai pukul 9 pagi.

“Negara kita belum merdeka, terutama secara ekonomi dan kebudayaan! Maka, kita harus menyebarkan semangat untuk meraih kemerdekaan itu. Merdeka!”, ujar R. Rohadi lantang.

Pria berjas merah itu tak sendirian, di sampingnya ada empat orang yang siap berdialog dengan warga. Mereka adalah para caleg DPRD Kota Cirebon, yakni R. Panji Amiarsa (Partai Demokrat), Karsono SH (Partai Hanura), H. Kusnadi Nuried (PBB), dan Drs. Junizar Wisnadjaja (PPRN). Rohadi sendiri adalah caleg dari PDI Perjuangan.

Sedari pagi, mereka sudah bersemangat menanggapi beragam pertanyaan masyarakat seputar masalah politik dan kerakyatan. Tak mau kalah, warga pun antusias mengajukan pertanyaan dan opini politik mereka mengenai banyak hal, seperti pemberdayaan ekonomi kerakyatan serta rangkap jabatan bagi caleg. Misalnya Johanes. Ia menaruh perhatian pada konsep suara terbanyak bagi caleg yang disahkan Mahkamah Konstitusi (MK). Para caleg pun menanggapinya dengan jawaban yang berbeda-beda.


Money Politics
Rohadi menolak keras jika sistem suara terbanyak ini dikatakan bertentangan dengan hukum, karena menurutnya putusan ini sah melalui putusan judisial. Bertentangan, Karsono justru menganggap sistem ini mampu memicu terjadinya praktek money politics.

“Dengan sistem suara terbanyak, maka otomatis tujuannya untuk merangkul pemilih sebanyak mungkin. Cara termudahnya ya itu, lewat money politics,” jelas Karsono.

Ini pun menjadi bukti bahwa dalam urusan demokrasi pun, kita belum merdeka karena masih diperbudak uang. Kemungkinan lain, tambahnya, sistem ini berpotensi sebagai deparpolitisasi. Artinya, dikhawatirkan dapat melemahkan posisi partai politik (parpol).

“Parpol lambat laun berubah menjadi kendaraan bagi si caleg, yang mudah disewa. Dengan menggandeng parpol, caleg akan lebih mudah menghimpun suara. Parpol hanya akan menjadi alat. Ini kan sama aja seperti merentalkan parpol,” tegasnya.

Caleg lainnya, Panji, melihat fenomena suara terbanyak sebanyai sarana koreksi dan review bagi caleg. Menurutnya, konsep suara terbanyak bisa dimanfaatkan untuk mengukur sejauh mana kinerja maupun populeritas caleg di mata masyarakat.

Terkait masalah money politics, Rohadi memberikan sarannya. Dengan berseloroh, ia menyarankan masyarakat untuk menerima uang yang diberikan caleg. Namun ia menegaskan untuk jangan memilih caleg tersebut.

“Ambil uangnya, tapi jangan pilih orangnya. Itu untuk memberinya pelajaran agar kapok main money politics!,” ucapnya berapi-api.


Harus Janji Selalu Jujur
Di akhir sesi dialog, salah satu warga, Nurhasan, memberikan sebuah pertanyaan yang sontak membuat kelima caleg tersenyum.

“Sanggupkan para caleg untuk tidak berbohong?” tanyanya singkat.

Seraya tersenyum, Kusnadi menjawabnya secara diplomatis layaknya politikus sejati.

“Insya Allah tidak akan bohong. Kalaupun terpaksa, mudah-mudahan tidak merugikan masyarakat,” jawabnya, yang segera disambut riuh tepuk tangan warga.

Caleg lainnya pun tak jauh berbeda. Semuanya berjanji untuk tak berbohong, dengan prinsip yang tak jauh berbeda: terpaksa berbohong jika untuk kebenaran asal tak merugikan rakyat.

Kejujuran diakui sebagai mata uang yang paling laris di dunia. Ini pulalah yang dianggap Nurhasan harus dimiliki para caleg sebagai mentalitas dasar untuk mengabdi kepada rakyat. Tapi, sebagai manusia, tentunya kita pun kadang masih sulit menghindari kesalahan. Seperti Junizar.

“Maunya sih enggak akan bohong. Tapi kan manusia, Insya Allah khilaf.”

Tak butuh waktu lama, gelak tawa pun langsung membahana mengisi seisi gedung. Junizar pun buru-buru meralat perkataannya. Ah, namanya juga manusia, masih bisa khilaf. Bukan begitu?

Friday, 6 February 2009

Gemes Sama Temen

Ga, nih cerita yang tadi dijanjiin nih Ga
kejadiannya belom lama, Ga, Rabu (4/2).

Ceritanya, hari itu wny ma Nana pisah liputan karena sorenya wny rencana mu pulang, jadi mu siap-siap.. Ambil baju ke rumah satunya lagi dan beres-beres tas.

Nana bilang mau ngetik tulisan di rumah sekalian makan..
Deket-deket magrib dia baru dateng ke kantor buat transfer tulisan
(btw, kau sudah diceritain ma Nana kan, kalo di kantor pake MS-DOS, tanpa mouse dan apapun, selain monitor, keyboard, ma CPU? T___T)
jadi kalo transfer jadi mesti pake laptop, trus copy lewat LAN..

begitu dicolokin, tu flasdisk ternyata bervirus, dan otomatis, semua file yang bervirus langsung keapus...
termasuk file tulisan dia

dia bingung, wny juga...


dan terjadilah percakapan ini:


W: Na, filenya kena virus.. Keapus otomatis sama anti virusnya.. Kompi rumah berarti ada virusnya tuh...

N: Iya win, emang itu ada virusnya banyak.. trus gimana nih win?
W: Ya ampun sayaaangg,,, kalo tau ada virusnya kenapa gak ngetik di sini aja tadi? (pake ekspresi gemes pengen nyubit pipi. lol.). Ya udah deh, mending kamu ngetik lagi deh sekarang. Masih inget kan?
N: Duh, males tapi...gimana yah? Kalo gitu, Na pulang aja lagi ke rumah, ambil filenya lagi dari komputer, tar dicoba ditranfer lagi. Gimana win, kamu masi lama kan disini?
W: iyah, masi lama. Tapi kan Na, ini virusnya dari komputer kamu, kalo ngambil lagi ditransfer lagi, ya kaya gini lagi tar... duh, itu kompi pasang antivirus deh, dibersihin dulu buat besok-besok yah... Udah deh, ngetik lagi di sini aja
N: ya udah win, kalo gituh Na kirim lewat email aja gimana, tar kirim ke email kamu kalo kamu masih lama mah. Gimana?
W: ya udah,, *mikirnya: Nana bakal pulang, ngetik ulang di rental deket rumah--mengingat rental di Cirebon jarang ada antivirusnya--dy ubah format ke notepad yang lebih tahan virus trus kirim filenya lewat email* kalo udah kirim, langsung sms yah, biar bisa langsung dibuka
N: lha, ngapain sms, kirimnya juga dari warnet sebelah kantor koq, Win.
W: Nana, sayang, bageur, sholehah, ai kamu kumaha mu ngirim lewat imel dari warnet sebelah? kan file di flasdisknya uda keapus td ama antivirusnyaaahhh. kalo mau ngetik ulang mah disini aja atuh neng.. *mulai sangat gemassssss*
N: kan bisa win, buka disana, trus formatnya diubah, trus dikirim lagi?
W: iya na, bisa, tapi kalo filenya emang masi ada di flashdisknyah... tapi kan ini uda keapus-pus pussss *sudah ingin menangis karna gemasss*
N: oh, gitu ya, Win? Ya udah deh, Na coba aja dulu yah... *mulai gak nyambung...*

jam 18.50 WIB

Nana belom juga kirim kabar, email juga belom masuk... pas wny telp..

W: Na gimana? koq gak ada kabar? gimana jadi?

N: Na di rumah ni Win, gak bisa-bisa yah, file yang di komputernya dikirim lewat email. menolak mulu, gara-gara ada virusnya pas mau dikirim lewat warnet deket sini
W: ya iya atuh Na, kan udah dibilangin tadi.. satu-satunya cara ketik ulang dis ini ato di warnetnya sekalian. Ya udah, sekarang mah susah da.. berita mulai diambilin redaktur katanya jam 7. sekarang jam berapa coba na?
N: jam berapa yah? jam 7 kurang 10, Win. ya udah kalo gitu, Na sekarang berangkat ke kantor buat ngetik deh yah.. tungguin ya, wini belom mau pulang kan?
W: na, 10 menit lagih sayang... kantor ma rumah kan gak sebelahan ihh.. belom ngetiknya.. simpen buat besok aja beritanya... *ps: lokasi rumah Nana-kantor sekitar 15 menit kalo naek angkot *
N: kalo buat besok tar gak fresh lagi donk, Win..
W: kan bisa diupdate.. langsung kamu kembangin beritanya, ubah angle-nya ato tambah komentarnya siapa
N: ih, tar kan tanggal keterangan omongan narasumbernya kan hari ini, uda basi donk, Win...
W: duh, Na, kan besok yg ditulis keterangan tanggalnya ya cuma komentar update-an nya aja... komentar yg hari ini mah gak perlu ditulis waktunya. gituh lohh.. *posisi tangan kanan memegang hp, tangan kiri reflek memijat agak bertenaga (kalo bukan dibilang meremas.hyahaha) bahu seorang wartawan. lol*

setelah beberapa menit pembicaraan yang menanyakan hal yg itu-itu juga berakhir...


N: ya udah, Win,, kalo gitu, besok Na wawancara ulang lagi narasumbernya, trus langsung ketik di kantor, trus langsung caw ke Nangor aja kali yah?

W: Nah, itu Na.. Itu,, gituh aja, pinterr... *menangis bahagia*
N: ya udah deh win, makasih yah... kamu ati-ati yah berangkat ke Nangornya
W: iyah Na, sama-sama.. besok kalo ada apa-apa lagi, kamu sms aja ke wny yah Na

setelah memastikan jawaban "iyah" pembicaraan pun selesai...


handphone ditaro di meja, bersamaan dengan derai tawa seorang wartawan....



*janji cerita untuk seorang teman, tentang teman kami yang menggemaskan, saat saya dan teman kami itu sedang job training cetak di Surat Kabar Mitra Dialog (sekarang Kabar Cirebon)

Perempuan di Batas Malam

Himpitan Ekonomi Hingga Dijual Suami Seharga Rp 700 Ribu

Kamis (29/1) malam, Cirebon diguyur hujan. Aktivitas terhenti, tapi tidak di sebuah rumah di kawasan Terminal Harjamukti, Kota Cirebon. Penghuninya dua wanita dibalut baju ketat dan celana pendek sepaha, menatap lesu ke arah hujan seraya berharap hujan lekas berhenti. Bagi mereka, hujan bukanlah berkah langit.

“Kalau malam-malam begini hujan, pelanggan sedikit, pendapatan bisa seret. Kalau begini, besok kami makan apa?” ucap Ayi (bukan nama sebenarnya) gundah.

Temannya, Ena (bukan nama sebenarnya), sibuk menyapu blush-on di wajah. Sesekali dari mulutnya keluar sepenggal cerita tentang masa lalunya, yang diselingi hembusan asap rokok.

Ya, mereka adalah bagian dari kehidupan malam Kota Cirebon. Sosok yang ada dan dicari, sekaligus dicaci. Sebut mereka wanita pekerja seks (WPS), pekerja seks komersial (PSK), pelacur atau apapun. Mereka tak akan protes, karena sebutan apapun tak akan serta-merta mengangkat nasib mereka menjadi cemerlang.

“Saya PSK, saya akui itu. Tapi apa orang lain mau peduli nasib kami, mau peduli kenapa PSK seperti saya dan teman-teman ada? Kalau bisa memilih, kami juga enggak mau ngejalanin hidup seperti ini. Capek,” ungkap Ena berapi-api.

PSK kerap dikucilkan, dianggap sebagai bagian di luar masyarakat Kota Wali karena pekerjaan mereka yang kotor. Padahal, seperti apapun mereka, mereka adalah bagian dari Kota Cirebon. PSK juga manusia.


Himpitan Ekonomi Sampai Kecewa Disakiti
Wita (bukan nama sebenarnya), mengaku terpaksa menjadi PSK karena butuh uang. Terdengar klise, tapi inilah yang terjadi. Mayoritas wanita yang beralih profesi menjadi PSK karena desakan ekonomi, berdalih untuk mencukupi kebutuhan tanpa menyusahkan orang lain. Namun inilah realitanya. Rupanya uang cukup kejam untuk mengubah seorang wanita lugu seperti Wita menjadi PSK.

Yana (juga bukan nama sebenarnya), juga mengaku menjadi PSK dengan alasan yang sama. Ia butuh uang untuk menghidupi keempat anaknya, apalagi sekarang ia sedang mengandung 8 bulan. Anaknya yang paling besar masih kelas 6 SD, yang paling kecil baru 11 bulan.

"Suami sudah enggak ada, anak banyak, pekerjaan juga enggak punya. Dulu saya sempat punya pacar yang membantu ngasih makan anak-anak saya, tapi masyarakat di lingkungan rumah malah menyangka macam-macam. Kepalang tanggung dan butuh uang, ya sudah, sekalian saja. Malah saudara yang menganjurkan seperti ini," tuturnya pelan seraya memegangi kandungannya.

Namun tak sedikit pula yang menjadi PSK karena disakiti pasangannya, misalnya Yaya (juga bukan nama sebenarnya). Kecewa karena terus disakiti suami, ia memilih cerai. Apalagi ternyata suaminya pun kerap menduakannya.


Jadi PSK Karena Suami
“Saya dijual suami,” tutur Ena singkat, saat ditanya awal perkenalannya dengan dunia malam. Matanya berkaca-kaca saat mengingat masa lalunya.

Ena, wanita cantik kelahiran Bandung ini sudah dua tahun menjalani profesinya sebagai PSK. Tahun 2002, ibu tiga anak ini dijual suaminya seharga Rp 700 ribu di sebuah losmen di Terminal Harjamukti. Mereka kehabisan uang saat hendak pergi ke Brebes. Saat itulah tercetus ide gila yang didapat suaminya dari seorang tukang becak sekitar terminal.

“Waktu itu saya enggak tahu mau dibawa kemana, cuma dibilang ada yang mau kasih kerja. Enggak tahunya dibawa ke kamar hotel. Mau kabur atau teriak pun enggak berani. Saya terlalu takut dipukul lagi sama suami. Saya cuma bisa nangis. Sedih dan kecewa rasanya dijual suami sendiri,” ucap Ena.

Ena tak pernah mendapatkan nafkah dari suaminya. Suaminya malah menggunakan uang tersebut untuk berfoya-foya bersama wanita lain. Sampai akhirnya Ena mengajukan gugatan cerai. Ia dan anak-anaknya butuh makan. Tak ada pilihan lain, ia pun rela menjajakan diri agar anak-anaknya bisa makan dan bersekolah.

“Ijazah cuma sampai SMP, mau kerja apa? Anak-anak butuh makan dan harus sekolah. Saya enggak mau mereka bodoh, biar gak terjerumus seperti saya,” harapnya.

Mereka Bukan Sampah
Tak ada PSK yang mau menjalani profesinya seumur hidup. Mereka pun ingin hidup layak. Sayangnya, masyarakat seakan menutup mata akan keinginan mereka ini. Jangan lantas karena pekerjaan mereka sebagai pemuas syahwat lalu dianggap tak bisa berhenti. Nunung (bukan nama sebenarnya), sudah membuktikan. Sudah 6 tahun ia berhasil melepaskan diri dari jeratan profesinya. Kini ia merintis usaha warung kelontong. Kecil memang, tapi baginya itu sudah cukup memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

"Susah untuk pensiun dari PSK. Saya bisa berhenti karena selain keinginan kuat, juga sedikit-sedikit menabung dari pendapatan waktu masih jual diri. Begitu terkumpul modal, saya buka usaha warung. Temen-temen PSK juga banyak yang pengen berhenti. Tapi ya itu, bingung cari duitnya nanti gimana," ucap Nunung.

Ena pun mengungkapkan keinginan yang sama. Ia ingin berhenti, tapi bingung karena merasa tak ada keterampilan yang bisa diandalkan.

"Kalo kena razia terus masuk panti memang diajarin keterampilan. Tapi begitu keluar dilepas begitu saja. Enggak diarahkan untuk menggunakan keterampilan yang diajarkan, enggak diberi lahan pekerjaan. Ya akhirnya kami jual diri lagi," keluhnya.

Tiap orang punya masa lalu juga punya kesalahan, termasuk mereka. Tugas kita-lah untuk membantu dan membimbing mereka menemukan kehidupan yang lebih baik, lepas dari dunia PSK. Mereka punya keinginan kuat untuk tak lagi menjual diri, keinginan yang harus kita dukung. Jangan lantas kita mencap mereka sebagai sampah masyarakat lalu menganggap selamanya mereka buruk. Bukan kewajiban kita untuk mengucilkan mereka.

"Kadang sedih, pengen nangis. Saya begini bukan keinginan saya. Saya maunya stop. makanya sekarang nabung dikit-dikit. Tapi warga di lingkungan saya selalu memandang sebelah mata, selalu menjauh. Apalagi ibu-ibunya, mereka takut saya menggoda suami mereka. Padahal terpikir saja enggak. Saya cuma mau cari makan untuk saya dan anak-anak," sesal Ena.

Mereka manusia, sama seperti kita. Mereka bukan sampah yang harus dibuang kala sudah menebar aroma busuk. Tanpa dukungan masyarakat dan pemerintah untuk menaikkan taraf hidup mereka, jumlah PSK tak akan berkurang bahkan bisa saja bertambah. Jangan salahkan mereka. Salahan diri kita masing-masing, yang kurang peka untuk mengulurkan bantuan bahkan cenderung memusuhi mereka.

Cirebon.
*Ditulis untuk Surat Kabar Mitra Dialog (sekarang Kabar Cirebon) 

Jangan Anggap Enteng KDRT

Perempuan selalu digambarkan sebagai sosok yang lembut, bahkan cenderung lemah. Tak heran jika dalam berbagai kasus kekerasan, perempuan-lah yang kerap menjadi korban. Nahasnya, rumah tangga justru produsen terbesar dalam kasus kekerasan terhadap perempuan. Jaringan Relawan Indonesia (JaRI), salah satu LSM yang menangani isu kekerasan terhadap perempuan mencatat lebih dari 200 kasus kekerasan di kota-kota besar, termasuk Kota Cirebon.

Fenomena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sama seperti gunung es. Hanya sejumlah kecil kasus yang terkuak karena mayoritas korban enggan melapor. Alasannya karena malu, namun tak banyak yang justru menganggap KDRT yang menimpanya adalah hal wajar. Ibaratnya bumbu dalam bahterai rumah tangga.


Tak banyak memang perempuan yang mengetahui bahaya KDRT yang mengancam. Kurangnya informasi membuat mereka terbuai dalam kenyamanan.


“Yang lebih buruk, kadang mereka tak tahu tindakan apa yang harus diambil jika mengalami abusive relationship (hubungan penuh kekerasan) atau jika melihat orang lain dalam keadaan seperti itu. Ini yang menghambat penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan,” jelas psikolog kenamaan dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Elmira Sumintardja.


Selama ini kekerasan terhadap perempuan, khususnya KDRT dianggap sebagai hal yang biasa. Budaya yang berkembang pun seakan turut ‘melegalkan’. Bisa dikatakan, kekerasan terhadap perempuan adalah produk budaya. Bisa jadi ini muncul dari anggapan masyarakat terhadap citra perempuan dan laki-laki. Posisi perempuan kerap ditempatkan sebagai pihak yang lemah sehingga mudah ditindas.


Repotnya, budaya ini sudah mengakar dalam masyarakat sebagai kesepakatan yang tak tertulis dan menjadi nilai yang kokoh. Laki-laki dianggap sebagai simbol gagah, tegar, dan dominan. Sementara itu, perempuan dianggap sebagai simbol feminim dan lemah lembut.


Tapi apakah menjadi wajar ketika bumbu sebuah hubungan harus diwujudkan berupa kekerasan? Padahal kasus kekerasan terhadap perempuan baik yang terjadi dalam ranah rumah tangga, pencabulan, perkosaan atau yang lainnya sudah menjadi persoalan hukum dan harus diselesaikan. Ini bukan lagi menjadi wilayah domestik keluarga yang bersangkutan, tapi sudah menjadi wilayah publik. Hal ini pun telah diatur dalam Undang-undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).


Jenis kekerasan yang masuk ke dalam kategori KDRT pun beragam. Bisa berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga. Menurut Direktur Rifka’s Annisa Women’s Crisis Center (RAWCC), Dra. Elli Nur Hayati, diantara keempat jenis kekerasan tersebut, kekerasan psikis dan penelantaran rumah tangga adalah jenis yang jarang disadari oleh para korban.


“Yang dikategorikan sebagai kekerasan psikologis adalah kebohongan, ancaman, tekanan, cacian baik lewat perkataan atau perbuatan yang berakibat pada minimalisasi kemampuan mental dan otak. Ini yang tidak disadari oleh perempuan, karena selama ini yang mereka tahu hanya kekerasan dalam bentuk fisik,” tegas Elli.


Sedangkan penelantaran rumah tangga, tambahnya, berlaku jika seseorang menelantarkan orang lain dalam rumah tangganya. Penelantaran juga bisa berupa perlakuan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang bekerja.


KDRT tidak berkutat di urusan rumah tangga saja, tapi juga mencakup kekerasan berbasis jender. Seperti kekerasan terhadap istri, pelecehan seksual dan perkosaan, dan kekerasan dalam masa pacaran.


Cirebon.
*Ditulis untuk Surat Kabar Mitra Dialog (sekarang bernama Kabar Cirebon)  

Hamil 9 Bulan Malah Ditendang Suami

Adzan Magrib baru saja selesai berkumandang, namun rintik hujan belum kunjung usai. Dari sebuah jalan setapak, Fika (29, bukan nama sebenarnya), menyeruak dari kegelapan. Ia melangkah pelan menuju sebuah rumah kos-kosan di daerah Harjamukti. Sebentar-sebentar, tangan kirinya mengusap perut buncit yang tertutup setelan piyama biru laut. Terkadang ia terlihat mengernyitkan alis dan dahinya. Wajahnya seperti sedang menahan rasa sakit.

"Aduh, Fik, kamu kenapa lagi? Ayo cepet masuk, awas hati-hati licin," ucap temannya, Rina (35, bukan nama sebenarnya).

Dari nada suaranya, terdengar Rina sangat khawatir akan keadaan Fika. Fika sedang hamil 9 bulan. Kata dokter, usia kandungannya tinggal menunggu waktu untuk lahir. Rina yakin, kali ini ada sesuatu menimpa temannya itu.

"Aku habis dipukuli suamiku lagi, Rin. Kali ini perutku yang jadi sasaran. Besok bisa temenin periksa kan? Aku khawatir, mudah-mudahan bayiku enggak kenapa-kenapa," aku Fika seraya menekuri ubin.

Fika adalah salah satu dari sekian banyak korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Fenomena ini layaknya gunung es, hingga kini belum diketahui secara pasti berapa banyak perempuan korban KDRT. KDRT dianggap tabu dibicarakan dengan orang lain, bahkan cenderung diaku sebagai produk budaya. KDRT dianggap wajar terjadi dalam biduk rumah tangga. Padahal KDRT bukan berada di wilayah domestik keluarga yang bersangkutan, tapi sudah menjadi wilayah publik. Hal ini pun telah diatur dalam Undang-undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).


Tak Banyak yang Tahu
Dalam pasal 1 ayat 1 UU PKDRT disebutkan, “Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.

Sayangnya, tak banyak perempuan yang paham tentang KDRT. KDRT sering dianggap angin lalu. Tutor Divisi Pemberdayaan Perempuan Yayasan Banati, Revita, kerap kesulitan menangani kasus KDRT. Penyebabnya, korban merasa malu dan enggan berbagi kisah.

"Mereka menganggap perlakuan kekerasan dari suami adalah hal yang wajar. Mereka nrimo saja, karena dianggap sebagai hukuman atas kesalahan mereka. Padahal meskipun mereka salah, tetap ada batasan sejauh mana kekerasan diberlakukan," jelasnya.

Akibat minimnya informasi, kadang mereka tak tahu tindakan apa yang harus diambil jika mengalami abusive relationship (hubungan penuh kekerasan) atau jika melihat orang lain dalam keadaan tersebut. Inilah yang menghambat penanganan tindak KDRT. Contohnya pada kasus Fika.

Fika kerap mendapat perlakuan kasar dari suaminya, Andi (31, juga bukan nama sebenarnya). Alasannya sepele, Andi ingin meminta uang untuk berfoya-foya. Terkadang, uang hasil jerih payah istrinya justru dipakai untuk menikmati tubuh wanita lain. Bukannya pura-pura tak tahu dan tak ingin berontak, Fika terlalu takut jika sang suami meninggalkan dirinya.

"Kadang nangis, sedih, marah. Tapi kalau diceraikan, kasihan sama anak ini. Aku berharap Mas Andi akan insyaf setelah anak kami lahir. Mudah-mudahan perilakunya yang suka memukul juga hilang," ucap Fika pasrah, tangannya tak pernah lepas mengelus lembut perutnya.

Ia tak pernah mengonsultasikan KDRT yang menimpanya. Baginya, itu aib keluarga, cukup teman-teman dekatnya saja yang tahu. Selain itu, lembaga yang menangani masalah KDRT di Cirebon pun masih sedikit. Padahal masalah KDRT pun bisa dimejahijaukan, terutama jenis KDRT yang termasuk kategori kekerasan fisik, mengingat bukti bisa didapat dari hasil visum. Apalagi, KDRT tidak berkutat di urusan rumah tangga saja, tapi juga mencakup kekerasan berbasis jender. Seperti kekerasan terhadap istri, pelecehan seksual dan perkosaan, dan kekerasan dalam masa pacaran.


Cirebon.
*Ditulis untuk Surat Kabar Mitra Dialog (sekarang bernama Kabar Cirebon) 

Tuesday, 27 January 2009

Walikota Kurang Tanggap Sejarah


Keinginan Walikota Cirebon, Subardi S.Pd, untuk menggabungkan perayaan hari ulang tahun (HUT) Kota dan Kabupaten Cirebon menuai kritik keras. Guru Besar Sosiologi, Prof. Dr. H. Abdullah Ali M.A, menanggapi ide Walikota secara tegas. 

Menurutnya, penggabungan perayaan HUT Kota dan Kabupaten Cirebon tidak mungkin dapat dilakukan.   Usulan penggabungan hari jadi tersebut mengindikasikan ketidakpahaman Subardi atas sejarah kota yang dipimpinnya. 

"Kasus Bogor tak bisa disamakan dengan Cirebon karena Kota dan Kabupaten Bogor tidak memiliki sejarah yang fundamental seperti Kota dan Kabupaten Cirebon. Kita tentu tahu, HUT Kota Cirebon bertolak dari sejarah Babad Cirebon, saat Cirebon mulai dibangun oleh Mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Cakrabuana.  Titik tolak inilah yang kemudian membuat para sesepuh Cirebon mencanangkan tanggal 1 Muharram sebagai  tahun kelahiran Kota Cirebon," ungkapnya, Senin (26/1).

Sedangkan sejarah lahirnya Kabupaten Cirebon, lanjut dia, dimulai dari berubahnya kerajaan Cirebon menjadi kerajaan Islam, yang diproklamasikan oleh Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.  Sunan Gunung Jati sendiri adalah anak dari adik Pangeran Cakrabuana.

"Dari sejarah ini saja sudah jelas, mengapa HUT Kota dan Kabupaten Cirebon berbeda. Yaitu karena  perbedaan penentuan peristiwa antara mulai dibangunnya Cirebon dan  berubahnya kerajaan Cirebon menjadi kerajaan Islam. Jadi jangan heran  kalau umurnya berbeda. Umur pendirinya saja sudah terpaut jauh, antara paman dan keponakan," urai Abdullah Ali.

Mungkin, Walikota harus kembali membaca buku primbon mengenai sejarah Cirebon. Sebagai orang nomor  satu di Kota Cirebon, seharusnya Walikota lebih paham mengenai sejarah kota yang dipimpinnya. 

"Pendekatan sejarah tidak mungkin dapat digantikan dengan pendekatan ekonomi, jika itu adalah tujuan Walikota mengusulkan ide penyatuan HUT Kota dan Kabupaten Cirebon. Walikota harus membaca lagi sejarah Cirebon. Tidak bisa sembarangan menyatukan hari jadi dua kejadian hanya dengan alasan efisiensi biaya," tegas Abdullah Ali. 


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 28 Januari 2009. Tentunya dengan mengganti judulnya. Mungkin karena judul asli tulisan dinilai terlalu 'manampar' Walikota? Who know.. :) 

Saturday, 24 January 2009

Keraton Cirebon Terbengkalai Salah Siapa?


Jika Anda yang bukan warga Cirebon lewat di Jalan Pulasaren, barangkali Anda tak akan menyangka sedang melewati sebuah keraton bernama Kacirebonan.

Dikelilingi tembok putih yang lusuh setinggi sekitar 1,5 meter, bangunan bernama Keraton Kacirebonan terlihat kusam dan tak terawat. Bangunannya memang bukan bangunan kuno ala keraton raja-raja Jawa, tetapi bangunan Eropa ala arsitektur Belanda.

Itu hanyalah sedikit gambaran tentang satu diantara empat keraton yang dimiliki Kota Cirebon. Ketiga keraton tersebut adalah Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabonan.

Ciri keraton di Cirebon sangatlah jelas. Ciri pertama, bangunan keraton selalu menghadap ke utara. Di sebelah timur keraton selalu ada masjid, dan selalu ada alun-alun sebagai tempat rakyat berkumpul dan pasar. Di taman pun selalu ada patung macan sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral terbentuknya Cirebon. 

Satu lagi yang menjadi ciri utama adalah piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon.

Keraton Kacirebonan juga menghadap ke utara. Namun, masjid sebagai simbol ketaatan penghuni keraton pada agama Islam tak terlihat menjadi bagian dari keraton itu sendiri. Masjidnya kecil dan nyaris tak terawat. Alun-alun pun hanya berupa hamparan tanah merah yang tak jelas fungsinya.

Yang mengagetkan, aset-aset Keraton Kacirebonan banyak yang sudah tak jelas nasibnya. Kursi-kursi tua yang sangat khas malah teronggok tak berdaya di sebuah sudut kamar yang rupanya bekas kamar mandi umum untuk wisatawan. Satu benda bersejarah yang berumur sekitar 100 tahun dan masih terpelihara dengan rapih adalah kursi pelaminan yang biasa dipakai para sultan. Patung macan sebagai perlambang Prabu Siliwangi malah hampir-hampir tak terlihat karena tak terawat dan tertutup semak-semak.


Bangunan keraton yang dulunya megah kini terbengkalai. Keraton yang semestinya menjadi aset Kota Cirebon justru terlupakan keberadaannya. Pihak Keraton pun kadang merasa dianaktirikan gara-gara minimnya anggaran pemerintah bagi Keraton.

Menurut Guru Besar Sosiologi Cirebon, Prof. Dr. H. Abdullah Ali M.A, hal ini terjadi akibat hubungan antara pihak keraton dan pemerintah kota (Pemkot) yang kurang harmonis.

"Sekarang ini yang terlihat pihak keraton dan Pemkot seperti berebut kekuasaan. Masing-masing merasa lebih memiliki, lebih berwenang dalam mengelola aset Cirebon. Tapi nyatanya justru banyak aset yang terbengkalai akibat arogansi kedua pihak," tegasnya.

Selain itu, seringnya terjadi konflik internal keraton pun makin membuat kondisi Keraton kurang kondusif. Hubungan antara keraton dan Pemkot tidak harmonis, kinerja Keraton untuk melaksanakan tugas kepada masyarakat pun terhambat. Disharmoni hubungan ini pun terlihat dari ketidaksingkronan antara pemerintahan kota dan pemerintahan ala keraton.

"Ini sangat berbeda dengan keraton di Yogyakarta maupun di Solo. Di sana, keraton bertindak sebagai warisan budaya sekaligus pengabdi masyarakat dalam tatanan administrasi kenegaraan," jelasnya.

Satu-satunya cara yang dianggap paling efektif, tambah Abdullah, yakni secepat mungkin memperbaiki hubungan antara Pemkot dan Keraton. Menurutnya, harus ada 'jembatan' yang bisa menghubungkan kebutuhan Keraton dan keinginan Pemkot.

"Pemerintah, dalam hal ini Wali Kota Cirebon, harus jemput bola dalam menyambung rasa dengan Keraton. Pemerintah harus mau berinisiatif membina hubungan yang sinergis dengan Keraton. Keraton kan sifatnya lebih tradisional, lebih feodal, makanya pemerintah harus mau bergerak duluan," ujarnya.

Jika ketidakharmonisan ini terus terjadi, bisa dipastikan Keraton hanya akan berupa bangunan kosong tanpa ruh. Padahal, jika dapat ditangani secara profesional, Keraton di Cirebon dapat menjadi aset pariwisata yang menjual sekaligus sebagai aset pendidikan sejarah.


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 24 Januari 2009

Thursday, 8 January 2009

Cari Untung Lewat Game Online


EMPAT tahun terakhir, kota-kota besar di Indonesia terjangkit demam permainan online, atau biasa disebut game online. Rupanya Cirebon juga tak mau kalah. Sejak 2008, Cirebon juga ikut meramaikan diri dengan game-game center yang menyediakan  layanan game online.

Hingga kini, ada sekitar 20 jenis game online yang paling  laris dimainkan. Sebutlah misalnya Rising Force  Online, Audition Ayodance Online, Yulgang Online, Perfect World Online, World  of Warcraft Online, Street Dancer, dan Counter Strike Online. 

Pemainnya pun sangat beragam, mulai dari laki-laki, perempuan, tua-muda, pelajar maupun pekerja. Dari  pengamatan saya ke beberapa game center yang ada di Cirebon, mayoritas pemainnya adalah remaja pria  baik yang masih duduk di tingkat SMP-SMA maupun di tingkat Universitas.

Misalnya di game center M@mi Net (baca: Mami Net-red) yang berada di Jl. Siliwangi. Dari total 70 unit  komputer yang disediakan, semuanya selalu terlihat penuh oleh pelajar SMP dan SMA.

Daya tarik apa yang menyebabkan permainan ini menjadi sangat menarik dan dimainkan berbagai kalangan, bahkan menjadi rutinitas layaknya hobi?

Mengenai hal ini, saya mewawancarai Agung Satria (13) yang tengah asyik dengan permainannya. Ditemui di Mami Net, Rabu  (7/1), siswa kelas 2 SMP 1 Gunung Jati  ini bercerita tentang awal perkenalannya dengan game online. "Saya  pertama kenal main game online sejak 2007, karena dikenalin sama teman. Awalnya penasaran, lama-lama keasyikan dan jadi hobi," jelasnya.

Lain lagi menurut Reginald (20). Mahasiswa Unswagati ini  mengaku telah mengenal game online sejak tahun 2005. Menurutnya, game online menawarkan sebuah "kehidupan" baru di dunia maya bagi pemainnya.  

Inilah keasyikan yang membuat pemainnya hobi berat bermain game online. Apalagi pemain juga bisa berinteraksi dengan pemain di kota lain, bahkan hingga antar negara. Pemain bisa menjelma menjadi sosok  baru yang mungkin sama sekali berbeda dengan sikapnya sehari-hari dalam kehidupan nyata. Keasyikan  lainnya, pemain bisa mendapatkan uang dari permainan ini, yaitu dengan cara menjual equip (perlengkapan yang digunakan dalam game online) atau karakter game yang ia mainkan. Tak main-main, jual beli karakter  game ini bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

"Hobi maen game juga bisa menghasilkan uang lho. Tahun 2006, saya dapat Rp 500 ribu dari jualan  karakter. Aslinya harga yang dipatok Rp 1 juta. Setelah tawar menawar akhirnya dijual setengah harga," jelasnya.

Tak hanya pemain yang mendapat untung. Pihak game center-nya pun ikut menangguk laba. Alung,   pengelola M@mi Net pun mengonfirmasi hal  ini. 

"Dulu modal kami sekitar Rp 5-6 juta tiap komputer. Sekarang keuntungan yang didapat per harinya sekitar  Rp  600-700  ribu. Belum  genap setahun, tapi dari total 70 buah armada  yang  ada, kami sudah hampir bisa menutup modal," terangnya.

Artinya, game center yang dikelola Alung ini dalam sebulan bisa menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 18 juta. Lebih lanjut, Alung mengatakan, ia yakin hobi ini akan terus eksis. Peminatnya pun akan terus  bertambah mengingat  peningkatan jumlah game online yang selalu bertambah setiap tahun. Hobi bermain  game online bisa menjadi prospek komoditas yang menggiurkan, baik bagi pemain maupun bagi penyedia jasa layanan game.  Anda  tertarik?


*Dimuat di SK Mitra Dialog, 8 Januari 2009

Tuesday, 6 January 2009

Ahh, Dasar PNS...

Sebelumnya, maap-maap aja nih yaa.. Kali aja yang baca ortunya, atau kakaknya, adeknya, sodaranya, kakek-neneknya, om-tantenya, atau sepupunya ada yang PNS. Ini bukan rekayasa. Kalau ada kesamaan cerita, nama, maupun tempat hanyalah kebetulan yang tidak disengaja (biar kaya yang di tipi-tipi itu loh, hihihi).

Jadi, ceritanya,, Tadi siang saya lagi-lagi main ke kantor di mana PNS-PNS bersarang.
Arloji Casio biru kesayangan saya (halah, sebut merk. ahahaha) masih menunjukkan pukul 11.00 WIBdS (Waktu Indonesia Barat dan Sekitarnya).

Well, seinget saya sih, kayaknya dari jaman saya kecil jam istirahat di kantor manapun adalah pukul 12.00.
Tapi yang saya lihat, dari pukul setengah 11, para PNS sudah bersliweran di komplek kantor pemerintahan.

Ada yang makan soto kambing--ini sotonya uma mahal doank tapi rasanya gak enak, ada yang duduk-duduk santai di bawah pohon sambil ngobrol ngalor-ngidul, ada juga yang lagi wara-wiri naik motor. Ah, korupsi tuh. Wara-wiri di jam kerja, dengan menggunakan kendaraan kantor pula. Ahahaha.

Naah, saat saya masuk ke salah satu bangunan kantor, mayoritas pegawainya lagi asyik nonton TV sambil bergosip ria di lobby. Pegawai yang ada di dalam ruangan malah lagi asoy dengerin lagu sambil bergosip di bawah sepoi-sepoi sejuknya AC merk Sharp.
 
Beberapa menit kemudian datang seorang pria tegap mengenakan topi dan berkaos Polo, serta menjinjing tas besar. Mau tahu apa isi tas besarnya? Kaset-kaset DVD!

Iya, kumpulan kaset DVD. Beragam DVD film dan lagu karaoke.
Tampak salah seorang PNS pria yang sudah keliatan beruban asyik membolak-balik beberapa kaset. Temannya gerah untuk berkomentar.

"Duh, Pak Z****l, cari apa sih? Masi cari yang semi yah?"
(Eh, ngerti kan dengan istilah semi? Kalau enggak, mending tanya sama temen-temen cowo kamu dulu deh. Gak enak dijelasin di sini. Bisa-bisa dicap pornografi sama FPI)

Ya ampunn.. Jadi begini rupanya kerjaan PNS kita?

Ckckckck..
Pantes aja kalau urusan rakyat gak selesei-selesei. Hahaha
Udah ah..
Udah Magrib..
Waktunya sholat buat ngapus dosa yang inih. Huehehehe.