Aku
terperanjat bangun dari tidurku. Nafasku terengah-engah. Peluh bercucuran dari
tubuhku. Kubenamkan wajah ke kedua telapak tanganku. Aneh. Lagi-lagi mimpi aneh
itu. Seminggu ini selalu mimpi yang sama. Berkali-kali. Mimpi ingin menjadi
seorang Capella, eh? Yang benar saja.
Aku Vaizard, seorang force blader berpangkat Stormy Great Officer. Seorang
ksatria Ace dari Konfederasi Procyon. Mana mungkin aku ingin menjadi seorang
Capella, musuh bebuyutan dari konfederasiku sendiri? Benar-benar tak habis
pikir.
Ketukan di pintu kamar menyadarkanku dari lamunan tentang mimpi tersebut.
“Vaizard...” terdengar suara dari balik pintu. Dari suaranya, sepertinya Great
Officer Raydic lah yang barusan mengetuk pintu.
“Yaa…” sahutku agak malas-malasan.
“Oh, maaf kalau aku mengganggu. Aku hanya ingin mengingatkan, briefing sebelum
misi menyerang Base Capella di Desert Scream dimulai pukul 16.00. Yah, santai saja,
waktunya memang masih cukup lama. Tapi sebaiknya kau jangan tidur terus, Vai. Hahaha,” ujar Raydic. Tawanya membahana sampai ke dalam kamar.
“Ya, akan kuingat itu,” jawabku, masih agak malas-malasan.
“Kalau begitu aku duluan,” ucapnya.
Kudengar langkah kaki menjauh, lamat-lamat terdengar Raydic mengobrol dengan
seorang perempuan. Dari suaranya, perempuan itu pasti Officer Nydia. Aku,
Raydic, dan Nydia sama-sama tergabung dalam Divisi III yang dipimpin oleh Storm Bringer Blader Stevaroz. Divisi III merupakan salah
satu divisi penyerangan utama. Meskipun sudah 4 tahun berada dalam divisi
tersebut, namun hanya Raydic dan Bringer Stevaroz yang sering mengobrol
denganku. Nydia memang pernah, tetapi sangat jarang. Anggota Divisi III lainnya
bahkan tidak pernah sekalipun menyapaku selama 4 tahun ini. Alasannya sudah
jelas, tentu saja.
Aku beranjak ke kamar mandi, dan menatap cermin di atas wastafel. Rambut hitamku yang bergelombang sebahu terlihat sedikit acak-acakan. Tapi aku tidak
peduli. Yang selalu kulihat dari bayanganku yang terpantul pada cermin tersebut
adalah sesuatu yang paling kubenci dari diriku. Sesuatu yang membedakanku dari
orang lain. Sesuatu yang membuat orang lain enggan mendekatiku. Jangankan menyapa, melihatku pun mereka enggan.
Semua ini berkat kedua mataku. Tepatnya pupil mataku yang berwarna merah darah.
Mata yang seolah-olah dibuat untuk membunuh. Hanya untuk membunuh.
Orang yang melihatku sudah pasti dibuat ketakutan oleh mata ini, mungkin karena
terlihat begitu menyeramkan
mirip setan. Terlebih lagi, karena kemampuan
yang dimiliki mata ini. Kemampuan yang disebut Sage Procyon sebagai sebuah anugrah.
Baginya, kemampuan seperti ini memberikan keuntungan yang luar biasa di medan
perang, apalagi bagi seorang force blader. Tetapi tidak bagiku. Kemampuan ini sama
halnya seperti sebuah kutukan yang menakutkan. Apalah gunanya memiliki kekuatan
yang luar biasa di medan perang jika itu justru membuat seluruh dunia
menjauhimu?
Ya, mata ini dapat mengeluarkan hampir semua debuff yang kupelajari sebagai
seorang force blader secara instant. Mulai dari guard break, field of enervation, sampai mana freeze, kecuali execration. Semuanya dapat kukeluarkan secara instant; beberapa debuff sekaligus dalam sekejap hanya lewat kontak mata dengan target. Tidak perlu repot-repot mengumpulkan force di
tangan kiri terlebih dahulu seperti yang harus dilakukan force blader lainnya. Musuh yang mengetahui kemampuanku selalu
berusaha untuk tidak melakukan kontak mata denganku, namun terkadang upaya itu justru membuat mereka hilang konsentrasi saat berperang. Untungnya aku bisa mengontrol kekuatan ini, sehingga
tidak semua orang yang menatap mataku akan terkena efek negatif tersebut.
Mungkin kemampuan inilah yang membuatku menjadi seorang Great Officer dalam
waktu singkat, sekaligus menjadi salah satu Ace, andalan Konfederasi Procyon di setiap pertempuran. Tapi seperti kubilang tadi,
apa gunanya jika mata
ini membuat seluruh dunia
berpaling darimu?
Bagaimana aku bisa mempunyai kekuatan mata seperti ini, menjadi pertanyaan yang
selalu berputar tak henti di kepalaku. Dan tak pernah kudapatkan jawabannya. Ya, hal inilah yang kerap memenuhi
kepalaku, apalagi aku sangat sulit mengingat apapun yang terjadi sebelum empat tahun yang lalu. Sage Procyon bilang aku mengalami amnesia total akibat kecelakaan perang
dengan Konfederasi Capella. Itulah mengapa aku hanya memiliki memori pasca
kecelakaan. Sage Procyon juga yang meyakinkanku kalau mata ini adalah anugrah yang kubawa sejak
lahir. Tapi toh aku tidak bisa begitu saja mengiyakan apa yang dikatakan Sage
Procyon. Karena sepengetahuanku belum pernah ada seorang pun yang mempunyai
mata seperti ini, selain diriku. Mata ini terlalu aneh untuk disebut sebagai mata
yang dimiliki seorang
manusia sejak
lahir. Atau memang aku telah
dikutuk sejak lahir?
Ah sudahlah, buat apa perkara
mata ini kupikirkan
lagi sekarang. Lebih baik bersiap-siap dan fokus pada perang yang sudah di
depan mata, apalagi perang ini
berskala cukup besar. Tapi
mau sekeras apapun kucoba memfokuskan diri pada persiapan perang, pikiranku masih tetap melayang tak tentu
tujuan. Sampai akhirnya hinggap pada mimpi aneh yang seminggu ini setia
bermain-main dalam tidurku. Sebenarnya mimpi apa itu?
*)Based on my @CABALIndonesia's character. Written by an old friend. Edited by me.
No comments:
Post a Comment