Friday, 25 November 2011

Chapter 1: Eyes Set To Kill - Prolog (2)


Aku terperanjat bangun dari tidurku. Nafasku terengah-engah. Peluh bercucuran dari tubuhku. Kubenamkan wajah ke kedua telapak tanganku. Aneh. Lagi-lagi mimpi aneh itu. Seminggu ini selalu mimpi yang sama. Berkali-kali. Mimpi ingin menjadi seorang Capella, eh? Yang benar saja. 



Aku Vaizard, seorang force blader berpangkat Stormy Great Officer. Seorang ksatria Ace dari Konfederasi Procyon. Mana mungkin aku ingin menjadi seorang Capella, musuh bebuyutan dari konfederasiku sendiri? Benar-benar tak habis pikir.


Ketukan di pintu kamar menyadarkanku dari lamunan tentang mimpi tersebut. 

“Vaizard...” terdengar suara dari balik pintu. Dari suaranya, sepertinya Great Officer Raydic lah yang barusan mengetuk pintu. 

“Yaa…” sahutku agak malas-malasan.

“Oh, maaf kalau aku mengganggu. Aku hanya ingin mengingatkan, briefing sebelum misi menyerang Base Capella di Desert Scream dimulai pukul 16.00. Yah, santai saja, waktunya memang masih cukup lama. Tapi sebaiknya kau jangan tidur terus, Vai. Hahaha,” ujar Raydic. Tawanya membahana sampai ke dalam kamar.

“Ya, akan kuingat itu,” jawabku, masih agak malas-malasan.

“Kalau begitu aku duluan,” ucapnya.

Kudengar langkah kaki menjauh, lamat-lamat terdengar Raydic mengobrol dengan seorang perempuan. Dari suaranya, perempuan itu pasti Officer Nydia. Aku, Raydic, dan Nydia sama-sama tergabung dalam Divisi III yang dipimpin oleh Storm Bringer Blader Stevaroz. Divisi III merupakan salah satu divisi penyerangan utama. Meskipun sudah 4 tahun berada dalam divisi tersebut, namun hanya Raydic dan Bringer Stevaroz yang sering mengobrol denganku. Nydia memang pernah, tetapi sangat jarang. Anggota Divisi III lainnya bahkan tidak pernah sekalipun menyapaku selama 4 tahun ini. Alasannya sudah jelas, tentu saja. 

Aku beranjak ke kamar mandi, dan menatap cermin di atas wastafel. Rambut hitamku yang bergelombang sebahu terlihat sedikit acak-acakan. Tapi aku tidak peduli. Yang selalu kulihat dari bayanganku yang terpantul pada cermin tersebut adalah sesuatu yang paling kubenci dari diriku. Sesuatu yang membedakanku dari orang lain. Sesuatu yang membuat orang lain enggan mendekatiku. Jangankan menyapa, melihatku pun mereka enggan

Semua ini berkat kedua mataku. Tepatnya pupil mataku yang berwarna merah darah. Mata yang seolah-olah dibuat untuk membunuh. Hanya untuk membunuh.

Orang yang melihatku sudah pasti dibuat ketakutan oleh mata ini, mungkin karena terlihat begitu menyeramkan mirip setan. Terlebih lagi, karena kemampuan yang dimiliki mata ini. Kemampuan yang disebut Sage Procyon sebagai sebuah anugrah. Baginya, kemampuan seperti ini memberikan keuntungan yang luar biasa di medan perang, apalagi bagi seorang force blader. Tetapi tidak bagiku. Kemampuan ini sama halnya seperti sebuah kutukan yang menakutkan. Apalah gunanya memiliki kekuatan yang luar biasa di medan perang jika itu justru membuat seluruh dunia menjauhimu?

Ya, mata ini dapat mengeluarkan hampir semua debuff yang kupelajari sebagai seorang force blader secara instant. Mulai dari guard break, field of enervation, sampai mana freeze, kecuali execration. Semuanya dapat kukeluarkan secara instant; beberapa debuff sekaligus dalam sekejap hanya lewat kontak mata dengan target. Tidak perlu repot-repot mengumpulkan force di tangan kiri terlebih dahulu seperti yang harus dilakukan force blader lainnya. Musuh yang mengetahui kemampuanku selalu berusaha untuk tidak melakukan kontak mata denganku, namun terkadang upaya itu justru membuat mereka hilang konsentrasi saat berperang. Untungnya aku bisa mengontrol kekuatan ini, sehingga tidak semua orang yang menatap mataku akan terkena efek negatif tersebut. 

Mungkin kemampuan inilah yang membuatku menjadi seorang Great Officer dalam waktu singkat, sekaligus menjadi salah satu Ace, andalan Konfederasi Procyon di setiap pertempuran. Tapi seperti kubilang tadi, apa gunanya jika mata ini membuat seluruh dunia berpaling darimu?

Bagaimana aku bisa mempunyai kekuatan mata seperti ini, menjadi pertanyaan yang selalu berputar tak henti di kepalaku. Dan tak pernah kudapatkan jawabannya. Ya, hal inilah yang kerap memenuhi kepalaku, apalagi aku sangat sulit mengingat apapun yang terjadi sebelum empat tahun yang lalu. Sage Procyon bilang aku mengalami amnesia total akibat kecelakaan perang dengan Konfederasi Capella. Itulah mengapa aku hanya memiliki memori pasca kecelakaan. Sage Procyon juga yang meyakinkanku kalau mata ini adalah anugrah yang kubawa sejak lahir. Tapi toh aku tidak bisa begitu saja mengiyakan apa yang dikatakan Sage Procyon. Karena sepengetahuanku belum pernah ada seorang pun yang mempunyai mata seperti ini, selain diriku. Mata ini terlalu aneh untuk disebut sebagai mata yang dimiliki seorang manusia sejak lahir. Atau memang aku telah dikutuk sejak lahir?

Ah sudahlah, buat apa perkara mata ini kupikirkan lagi sekarang. Lebih baik bersiap-siap dan fokus pada perang yang sudah di depan mata, apalagi perang ini berskala cukup besar. Tapi mau sekeras apapun kucoba memfokuskan diri pada persiapan perang, pikiranku masih tetap melayang tak tentu tujuan. Sampai akhirnya hinggap pada mimpi aneh yang seminggu ini setia bermain-main dalam tidurku. Sebenarnya mimpi apa itu?



*)Based on my @CABALIndonesia's character. Written by an old friend. Edited by me.

No comments:

Post a Comment