Bloody Ice – Ruang Legacy Weapon, 17.00 PM
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya aku tiba di ruangan Legacy
Weapon. Ruangan itu lebih besar daripada ruang briefing, dengan ratusan tabung dari
besi berwarna hijau tua, ditopang tiang berwarna serupa yang menempel pada
lantai dan langit-langit ruangan. Bagian tengah dari tiang tabung tersebut
terbuat dari kaca, di dalamnya terdapat Legacy Weapon yang berbentuk kubus
hijau. Di bagian bawah tabung terdapat control
panel dengan keyboard dan banyak tombol. Di puncak tabung tertera kombinasi huruf dan angka berwarna putih. Nampak
sejumlah anggota Divisi II dan IV serta
orang-orang dengan jas putih mondar-mandir di ruangan itu. Kulihat beberapa
tiang tabung sudah kosong. Rupanya cukup
banyak pasukan yang sudah mengambil Legacy Weapon.
Di sekeliling ruangan, orang-orang berjas putih lainnya duduk berderet
di depan ratusan control panel dan beberapa monitor besar. Di kepalanya terpasang
headphone yang dilengkapi dengan microphone built in. Beberapa diantaranya
sedang menginstruksikan kode-kode lewat headphone-nya. Merekalah orang yang berperan dalam pembuatan dan
perawatan semua Legacy Weapon yang kami pakai.
Aku pun bergegas menghampiri salah satu orang berjas putih—biasa
disebut Asisten LW—yang sedang berdiri mencatat sesuatu di note-nya. Menyadari kehadiranku, dia segera menyapa dan memasang
earphone ke telinganya.
“Ah, Great Officer Vaizard ya. Mari, tabung E32 nampaknya belum ada
yang mengambil”, ucapnya ramah.
Dia segera berjalan mengarahkanku ke tabung
yang di atasnya tertera tulisan E32. Semua asisten LW memang diharuskan untuk
selalu ramah pada semua pasukan, termasuk kepadaku.
Asisten LW itu menarik sebuah kabel dari control panel di tabung E32 dan menempelkan bagian ujungnya pada
pergelangan tangan kananku. Setelah itu dia mulai mengetikkan sesuatu dengan
cepat di keyboard sambil mendengarkan instruksi dari earphone.
“Hmm… Gelombang force Anda nampak stabil. Saya akan mulai synchronization”,
jelasnya.
Tak butuh waktu lama, proses synchronization selesai. Bagian kaca tabung pun terbuka, kemudian asisten LW
melepaskan kabel di tanganku. Aku pun
segera menyentuh Legacy Weapon itu. Sedetik kemudian, Legacy Weapon
mengeluarkan pancaran sinar hijau muda terang lalu berubah menjadi sebuah blade
yang mengeluarkan cahaya merah. Aku mengambil blade tersebut dan berjalan ke
luar ruangan.
“Semoga Anda beruntung di medan perang”, ujar si asisten LW begitu aku berjalan menjauh.
“Semoga Anda beruntung di medan perang”, ujar si asisten LW begitu aku berjalan menjauh.
Desert
Scream – Base Camp Konfederasi Procyon, 18.30 PM
Setelah merasa cukup siap, aku pun segera melakukan warp ke base camp di
Desert Scream. Selesai warp, aku mendapati diriku berada di sebuah lobby
bangunan seperti asrama yang kutempati di koloni Bloody Ice. Begitu keluar
lobby, udara malam Desert Scream yang dingin langsung meniup rambut dan jubah
perangku, ditambah dengan hembusan angin kencang yang seolah ingin mementalkan
apapun yang dilewatinya. Sangat bertolak belakang dengan udara di siang hari
yang panas menyengat.
Di depanku kini terdapat lima buah garasi super besar, dengan beberapa pintu kecil di bagian sampingnya, juga sebuah pintu besi besar di bagian depan. Nampak beberapa anggota Divisi II dan IV berkeliaran di sekitar garasi-garasi tersebut. Aku melihat Raydic dan Nydia berjalan ke salah satu pintu di pojok kanan. Aku pun bergegas menghampiri mereka.
Di depanku kini terdapat lima buah garasi super besar, dengan beberapa pintu kecil di bagian sampingnya, juga sebuah pintu besi besar di bagian depan. Nampak beberapa anggota Divisi II dan IV berkeliaran di sekitar garasi-garasi tersebut. Aku melihat Raydic dan Nydia berjalan ke salah satu pintu di pojok kanan. Aku pun bergegas menghampiri mereka.
“Hei, Vaizard. Kamu sudah siap?” tanya Raydic begitu aku sudah menyejajarkan
langkah dengan mereka.
“Yah… Lumayan… “ jawabku singkat.
Raydic tersenyum kecil
mendengar jawabanku, sementara Nydia menatapku dengan tatapan khawatir dan
bingung. Sungguh, aku mengerti makna tatapannya itu, seolah-olah dia ingin
memintaku tidak ikut perang kali ini. Tapi kami sama-sama paham, bagaimanapun
juga aku akan tetap bergabung dalam misi kali ini.
“Haha... Meskipun kamu berkata begitu, tapi aku yakin kamu tidak akan
kerepotan nanti, seperti biasa…” tambah Raydic.
“Yah… semoga saja begitu…” harapku.
Begitu masuk, aku melihat ratusan astral bike yang diparkir, juga banyak anggota Divisi II dan IV yang sibuk mempersiapkan diri, didampingi beberapa teknisi yang membantu menyiapkan astral bike. Aku segera mengambil alat komunikasi dan google di atas meja, lalu mencari astral bike yang belum dikendarai pasukan Procyon. Tak lama, aku pun bergegas menuju deretan astral bike di jalur kiri sambil memasang alat komunikasi di telinga kananku. Segera saja terdengar suara operator perempuan dari alat komunikasi tersebut.
“Misi akan dimulai dalam 15 menit... Kepada semua pasukan,
diharapkan mulai bersiap-siap...”
Aku segera menaiki astral bike dan menyalakan mesinnya. Kutempelkan tangan kanan pada sensor force dengan lambang Procyon di bawah speedometer. Suara mesin astral bike saat dihidupkan nyaris tak terdengar. Nampak semua pasukan sudah bersiap-siap di atas astral bike masing-masing. Para teknisi pun sudah mulai menyingkir ke pinggir garasi. Setelah beberapa lama, kembali terdengar suara si operator perempuan.
Aku segera menaiki astral bike dan menyalakan mesinnya. Kutempelkan tangan kanan pada sensor force dengan lambang Procyon di bawah speedometer. Suara mesin astral bike saat dihidupkan nyaris tak terdengar. Nampak semua pasukan sudah bersiap-siap di atas astral bike masing-masing. Para teknisi pun sudah mulai menyingkir ke pinggir garasi. Setelah beberapa lama, kembali terdengar suara si operator perempuan.
“5 menit...”
Gerbang besi besar di pintu utama garasi mulai terbuka perlahan dari
atas ke bawah. Begitu gerbang sudah setengah terbuka, angin kencang mulai
memenuhi ruangan. Terlihat bulan purnama bersinar malu-malu di balik awan
sehingga membentuk siluet lingkaran menyerupai gerhana.
Pemandangan yang cukup bagus sebelum perang, pikirku. Langit memang
cukup mendukung operasi night raid kali
ini. Meskipun cahaya bulan lumayan terang, tapi dengan banyaknya awan semoga
dapat menyamarkan kedatangan kami.
“Countdown dimulai…. 10…. 9….. 8….”
Aku segera memasang google yang kuambil tadi.
“3…… 2…… 1……”
Gerbang besi kini sudah terbuka sepenuhnya, lalu terdengar suara
Bringer Lucivera dari alat komunikasi.
“NightScream, commence!”
*)Based on my @CABALIndonesia's character. Written by an old friend. Edited by me.
No comments:
Post a Comment