Friday, 25 November 2011

Chapter 2 – I Have Watched The World Die, All I Know Now Is Regret (4)

Bloody Ice – Ruang Legacy Weapon, 17.00 PM


Setelah berjalan cukup lama, akhirnya aku tiba di ruangan Legacy Weapon. Ruangan itu lebih besar daripada ruang briefing, dengan ratusan tabung dari besi berwarna hijau tua, ditopang tiang berwarna serupa yang menempel pada lantai dan langit-langit ruangan. Bagian tengah dari tiang tabung tersebut terbuat dari kaca, di dalamnya terdapat Legacy Weapon yang berbentuk kubus hijau. Di bagian bawah tabung terdapat control panel  dengan keyboard dan banyak tombol. Di puncak tabung tertera kombinasi  huruf dan angka berwarna putih. Nampak sejumlah anggota Divisi II dan IV serta orang-orang dengan jas putih mondar-mandir di ruangan itu. Kulihat beberapa tiang tabung sudah kosong. Rupanya cukup banyak pasukan yang sudah mengambil Legacy Weapon.

Di sekeliling ruangan, orang-orang berjas putih lainnya duduk berderet di depan ratusan control panel dan beberapa monitor besar. Di kepalanya terpasang headphone yang dilengkapi dengan microphone built in. Beberapa diantaranya sedang menginstruksikan kode-kode lewat headphone-nya. Merekalah  orang yang berperan dalam pembuatan dan perawatan semua Legacy Weapon yang kami pakai.

Aku pun bergegas menghampiri salah satu orang berjas putih—biasa disebut Asisten LW—yang sedang berdiri mencatat sesuatu di note-nya.  Menyadari kehadiranku, dia segera menyapa dan memasang earphone ke telinganya.

“Ah, Great Officer Vaizard ya. Mari, tabung E32 nampaknya belum ada yang mengambil”, ucapnya ramah.

 Dia segera berjalan mengarahkanku ke tabung yang di atasnya tertera tulisan E32. Semua asisten LW memang diharuskan untuk selalu ramah pada semua pasukan, termasuk kepadaku.

Asisten LW itu menarik sebuah kabel dari control panel di tabung E32 dan menempelkan bagian ujungnya pada pergelangan tangan kananku. Setelah itu dia mulai mengetikkan sesuatu dengan cepat di keyboard sambil mendengarkan instruksi dari earphone.

“Hmm… Gelombang force Anda nampak stabil. Saya akan mulai synchronization”, jelasnya.

Tak butuh waktu lama, proses synchronization selesai. Bagian kaca tabung pun terbuka, kemudian asisten LW melepaskan kabel  di tanganku. Aku pun segera menyentuh Legacy Weapon itu. Sedetik kemudian, Legacy Weapon mengeluarkan pancaran sinar hijau muda terang lalu berubah menjadi sebuah blade yang mengeluarkan cahaya merah. Aku mengambil blade tersebut dan berjalan ke luar ruangan.

“Semoga Anda beruntung di medan perang”, ujar si asisten LW begitu aku berjalan menjauh.


Desert Scream – Base Camp Konfederasi Procyon, 18.30 PM


Setelah merasa cukup siap, aku pun segera melakukan warp ke base camp di Desert Scream. Selesai warp, aku mendapati diriku berada di sebuah lobby bangunan seperti asrama yang kutempati di koloni Bloody Ice. Begitu keluar lobby, udara malam Desert Scream yang dingin langsung meniup rambut dan jubah perangku, ditambah dengan hembusan angin kencang yang seolah ingin mementalkan apapun yang dilewatinya. Sangat bertolak belakang dengan udara di siang hari yang panas menyengat.

Di depanku kini terdapat lima buah garasi super besar, dengan beberapa pintu kecil di bagian sampingnya, juga sebuah pintu besi besar di bagian depan. Nampak beberapa anggota Divisi II dan IV berkeliaran di sekitar garasi-garasi  tersebut. Aku melihat Raydic dan Nydia berjalan ke salah satu pintu di pojok kanan. Aku pun bergegas menghampiri mereka.

“Hei, Vaizard. Kamu sudah siap?” tanya Raydic begitu aku sudah menyejajarkan langkah dengan mereka.

“Yah… Lumayan… “ jawabku singkat.

Raydic tersenyum kecil mendengar jawabanku, sementara Nydia menatapku dengan tatapan khawatir dan bingung. Sungguh, aku mengerti makna tatapannya itu, seolah-olah dia ingin memintaku tidak ikut perang kali ini. Tapi kami sama-sama paham, bagaimanapun juga aku akan tetap bergabung dalam misi kali ini.

“Haha... Meskipun kamu berkata begitu, tapi aku yakin kamu tidak akan kerepotan nanti, seperti biasa…” tambah Raydic.

“Yah… semoga saja begitu…” harapku.

Begitu masuk, aku melihat ratusan astral bike yang diparkir, juga banyak anggota Divisi II dan IV yang sibuk mempersiapkan diri, didampingi beberapa teknisi yang membantu menyiapkan astral bike. Aku segera mengambil alat komunikasi dan google di atas meja, lalu mencari astral bike yang belum dikendarai pasukan Procyon. Tak lama, aku pun bergegas menuju deretan astral bike di jalur kiri sambil memasang alat komunikasi di telinga kananku. Segera saja terdengar suara operator perempuan dari alat komunikasi tersebut.

Misi akan dimulai dalam 15 menit... Kepada semua pasukan, diharapkan mulai bersiap-siap...

Aku segera menaiki astral bike dan menyalakan mesinnya. Kutempelkan tangan kanan pada sensor force dengan lambang Procyon di bawah speedometer. Suara mesin astral bike saat dihidupkan nyaris tak terdengar. Nampak semua pasukan sudah bersiap-siap di atas astral bike masing-masing. Para teknisi pun sudah mulai menyingkir ke pinggir garasi. Setelah beberapa lama, kembali terdengar suara si operator perempuan.

5 menit...

Gerbang besi besar di pintu utama garasi mulai terbuka perlahan dari atas ke bawah. Begitu gerbang sudah setengah terbuka, angin kencang mulai memenuhi ruangan. Terlihat bulan purnama bersinar malu-malu di balik awan sehingga membentuk siluet lingkaran menyerupai gerhana.

Pemandangan yang cukup bagus sebelum perang, pikirku. Langit memang cukup mendukung operasi night raid kali ini. Meskipun cahaya bulan lumayan terang, tapi dengan banyaknya awan semoga dapat menyamarkan kedatangan kami.

Countdown dimulai…. 10…. 9….. 8….

Aku segera memasang google yang kuambil tadi.

3…… 2…… 1……

Gerbang besi kini sudah terbuka sepenuhnya, lalu terdengar suara Bringer Lucivera dari alat komunikasi.

NightScream, commence!



*)Based on my @CABALIndonesia's character. Written by an old friend. Edited by me.

No comments:

Post a Comment