Friday, 25 November 2011

Chapter 2: I Have Watched The World Die, All I Know Now Is Regret (1)


Bloody Ice - Pusat Militer Procyon, 15.50 PM


Menjelang misi penyerangan ke markas Capella, aktivitas di koridor asrama menjadi lebih ramai daripada biasanya. Sage Procyon telah mengumumkan bahwa misi ke Desert Scream kali ini hanya melibatkan Divisi II dan IV, namun divisi lain tetap harus bersiaga untuk mengantisipasi serangan balasan ke markas besar. Apalagi beberapa minggu lalu markas besar diserang habis-habisan oleh pasukan Capella. Anggota Konfederasi Procyon dari berbagai divisi tampak hilir-mudik, sibuk mempersiapkan diri masing-masing. Mereka berjalan cepat-cepat dengan langkah tegap, selayaknya seorang ksatria Procyon sejati. Sesekali kulihat mereka berhenti sejenak untuk sekedar mengucap salam atau memberi hormat saat berpapasan dengan atasan. Tapi tetap saja hanya sedikit yang berani menyapa atau memberi salam padaku, meskipun aku adalah seorang Great Officer—pangkat ketiga tertinggi di bawah Sage Procyon. Cih, persetan dengan segala salam dan hormat!

Sambil berjalan, kupandangi lagi orang-orang yang lalu-lalang di sekitarku. Sebagian besar tampak tegang dan menggeretak-geretakkan gerahamnya. Membuat wajah tegang mereka makin terlihat nervous. Ah, mereka pasti orang-orang yang baru bergabung dengan Konfederasi, dan ini pasti misi besar pertama mereka. Sedangkan anggota lainnya kulihat tampak sibuk memakai seragam perang sembari berlari-lari kecil. Kutahan tawa saat kulihat beberapa anggota yang hampir jatuh tersandung jubahnya sendiri. Coba kutebak, sebentar lagi mungkin akan ada yang saling menabrak.

Duk!


“Eh sorry, aku gak lihat kamu. Seragam sialan ini sudah sempit, susah sekali dipakai. Kamu kenapa gak geser dulu sih tadi?”

Perlahan ku lihat pria yang baru saja menabrakku. Dia masih sibuk membetulkan posisi seragamnya. Rambut hitam panjang diikat ekor kuda. Wajahnya tampak cukup familiar, walau aku yakin belum pernah melihatnya di asrama. Kulirik nametag kecil di dada kiri dan tittle pangkat di bahunya. Masih Supreme Gladiator rupanya, padahal kulihat seragamnya sudah agak lusuh tanda sering dipakai berperang. Mungkin ia kurang berdedikasi kepada Konfederasi.

“Verdion,” gumamku.

Mendadak koridor menjadi lengang. Orang-orang kini berhenti berjalan dan mulai melihat ke arahku dan si penabrak ini. Pria yang tadi kusebut namanya mengangkat wajahnya. Gerakannya langsung terhenti saat melihat siapa yang ditabraknya. Sedetik kemudian, ia terburu-buru mengangkat tangan kanannya memberi hormat padaku.

“Maaf. Maaf. Maaf. Aku benar-benar tak sengaja. Sekali lagi maafkan aku Vaiza..”, ucapnya cepat.

“Turunkan tanganmu. Kau menghalangi jalan semua orang disini”, timpalku sambil berjalan melewatinya.

Aku terus berjalan menyusuri koridor menuju lobby utama, dan tak lagi memperhatikan orang-orang yang lalu-lalang. Banyak hal yang berkeliaran di pikiranku, bahkan terlalu banyak dari yang seharusnya. Padahal kami anggota Konfederasi selalu ditekankan untuk selalu fokus pada misi tanpa memikirkan hal lainnya. Pikiranku saat ini terasa penuh, membuatku jadi tidak ingin memikirkan apapun, termasuk misi penyerangan ini sekalipun.

Tak lama, aku pun sampai di lobby utama. Lobby Tierra Gloriosa dimana terdapat warp tower di tengahnya. Kualihkan pandanganku ke deretan pintu kaca otomatis berwarna biru cemerlang di ujung lobby. Di balik pintu tersebut terlihat pemandangan kota utama koloni Bloody Ice dari atas, yang bersalju dan akan tetap selalu bersalju. Suasana kota utama terlihat seperti biasanya. Nampak dari kejauhan kerumunan orang yang sedang mengikuti pelelangan Lady Yekaterina. Aku selalu tertawa sekaligus kasihan tiap melihat orang-orang yang rela mengikuti lelang di tempat terbuka seperti itu, mengingat udara koloni Bloody Ice yang sangat dingin. Yekaterina berdiri dalam balutan pakaian bulu hangat di teras gudang kecil yang digunakannya menyimpan barang-barang lelang, sementara para peserta lelang harus berdesak-desakan di lapangan terbuka penuh salju di depannya. Kenapa lelang tidak dipindahkan ke dalam ruangan tertutup sih. Apalagi kudengar minggu lalu ada beberapa peserta lelang yang ambruk terkena bronkhitis gara-gara terlalu lama terkena angin dingin di lapangan salju tersebut. Memikirkan peserta lelang yang terkena bronkhitis membuatku teringat sesuatu. Tapi ahh, sulit sekali mengingatnya secara utuh. Mungkin gara-gara pikiranku sedang penuh kali.

Hmm, rasanya ingin sekali-kali melihat suasana lelang dari dekat, tetapi sebentar lagi aku akan telat mengikuti briefing. Kuurungkan niatku dan kembali berjalan mendekati warp tower. Nampak beberapa orang yang juga menggunakan warp tower tersebut, baik teleport in maupun out. Begitu warp tower sudah berjarak sekitar  satu meter, aku segera menggumamkan kata-kata.

Main Base






*)Based on my @CABALIndonesia's character. Written by an old friend. Edited by me.

No comments:

Post a Comment