Friday, 25 November 2011

Chapter 2 – I Have Watched The World Die, All I Know Now Is Regret (2)


Beberapa lingkaran berwarna kuning terang langsung muncul dari kakiku, lalu bergerak naik ke kepala. Ketika tubuhku sudah berada di dalam lingkaran kuning tersebut, seketika itu juga pandanganku menjadi gelap, disertai munculnya ribuan bintik putih laksana bintang yang mulai terbang kesana kemari dengan amat cepat. Kupejamkan mata dan mulai menahan nafas. Saat warp, udara disekelilingmu akan menjadi hampa sejenak. Kalau nekat, bisa dipastikan kau akan panik karena sulit bernapas. Beberapa detik kemudian semua kembali ke normal, dengan lobby utama markas besar di depan mata.

Seorang anggota Konfederasi muncul di sebelahku, ia baru saja melakukan teleports in ke markas besar seperti yang baru saja kulakukan. Dari ekspresinya, ia pasti belum terbiasa dengan sensasi unik yang muncul saat melakukan warp. Dia berdiri dengan limbung, kemudian terbatuk-batuk lalu mengerjap-ngerjapkan matanya. 

“Kalau saja tadi dia memejamkan mata dan menahan napas sewaktu warp, pasti dia tak akan kaget seperti sekarang. Ah, dia harus membiasakan diri dengan ini”, pikirku.

Aku menoleh sedikit ke belakang, di sana ada warp tower yang ukurannya puluhan kali lipat lebih besar daripada warp tower di lobby asrama yang baru saja kugunakan. Lobby utama markas besar memang jauh lebih besar dan megah daripada lobby asrama, tentu saja, apalagi dengan beragam bentuk ornamen kaca berwarna biru di berbagai tempat. Tapi tetap tak ada yang seindah patung lambang Procyon di bagian tengah lobby utama. Setiap bagiannya dibentuk dari kristal biru yang berkilauan saat terkena cahaya.

Tak mau terus terpaku menikmati kristal-kristal biru tersebut, aku segera beranjak ke pintu koridor menuju ruang briefing. Selagi berjalan, untuk beberapa saat pandanganku sempat teralihkan ke arah utara, tempat tangga raksasa yang dihiasi karpet biru hitam indah dengan motif keemasan di sekelilingnya dan lambang Konfederasi Procyon di tengahnya. Di ujung tangga itu terdapat gerbang besar yang juga berwarna biru hitam dengan lambang Procyon di tengahnya. Di depan gerbang tersebut berdiri dua Guardian dari Divisi I. Divisi I adalah divisi pertahanan utama yang dipimpin oleh Bringer Force Shielder. Gerbang tersebut menuju area pribadi Sage Procyon, dan hanya boleh dimasuki oleh Guardian, pemimpin Divisi I, Bringer Warrior, dan Sage Procyon sendiri.

Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya aku sampai di depan pintu baja menuju ruang briefing. Begitu pintu otomatis itu terbuka, terlihat ruangan besar dengan puluhan orang duduk di kursi besi berbentuk balok. Di depannya terdapat meja balok, juga dari besi, lengkap dengan tiga laptop kecil di atasnya. Nampaknya yang mengikuti briefing tersebut hanya anggota Konfederasi yang berpangkat Officer. Kemudian terdengar suara perempuan menyapaku lembut.

“Lho, tumben sekali kau terlambat Vaizard. Kau tak terganggu lagi dengan vertigo di kepalamu, kan? Ayo cepat cari tempat duduk kosong. Nanti akan ku jelaskan hal apa saja yang kamu lewatkan”, celoteh perempuan itu.

Dia Storm Bringer Force Blader Lucivera, pemimpin Divisi IV. Dia kemudian berjalan ke depan ruang briefing, membelakangi  layar monitor berukuran besar. Layar tersebut menampilkan peta dan detil kontur wilayah sekitar markas Capella di Desert Scream. Bringer Lucivera berambut panjang sepinggang berwarna hitam sedikit kebiruan, dengan eye shadow biru gelap. Wajahnya nampak masih muda, cantik, dan terkesan keibuan. Bringer Lucivera terkenal sebagai bringer yang paling baik terhadap bawahan dan jarang sekali marah. Kalau kuingat, bahkan aku belum pernah melihatnya membentak siapapun. Aura yang terpancar dari dirinya terasa tenang dan damai, berbeda 180 derajat dengan orang di sebelahnya.

Di sebelah Bringer Lucivera berdiri seorang lelaki tinggi tegap dengan badan berotot paling besar se-Konfederasi. Nampak tattoo menyembul di lehernya yang besar. Jika dia membuka armornya, akan terlihat tattoo menyeramkan yang memenuhi punggung dan kedua lengannya. Kudengar tattoo di tangan kirinya terdiri dari ratusan kombinasi angka, yang menandakan berapa banyak musuh yang sudah ditebasnya. Rambutnya spiky berwarna putih. Di wajahnya terdapat beberapa luka akibat perang, membuat wajahnya makin terlihat garang. Laki-laki itu adalah Bringer Warrior Zeraphiel, pemimpin Divisi II. Orang yang disebut-sebut sebagai ksatria terkuat di Konfederasi Procyon, sekaligus tangan kanan Sage Procyon. Dia berdiri seraya melipat kedua tangan di dada dan menatap tajam ke semua orang di dalam ruangan. Tatapan matanya sangat tajam dan mengerikan, tidak seorangpun berani balas menatapnya. Mungkin, dialah satu-satunya pemilik tatapan yang paling ditakuti se-Konfederasi dibandingkan tatapan mataku yang bagai iblis.

“Vaizard, ayo cepat duduk. Aku mau melanjutkan briefing”, tegur Bringer Lucivera.

Rupanya gantian aku yang diperhatikan oleh Bringer Lucivera. Aku pun berhenti memperhatikan Bringer Zeraphiel dan langsung menoleh kesana kemari mencari tempat duduk kosong. Kulihat Raydic dan Nydia duduk bersebelahan, tetapi tempat duduk di samping mereka sudah terisi. Raydic seorang Force Shielder berambut hitam cepak, sedangkan Nydia Wizard berambut biru pendek sebahu.

Aku melihat seseorang yang menunjuk tempat kosong di sebelahnya. Dia adalah Great Officer Linsley dari Divisi IV. Seorang Force Blader berambut kuning panjang diikat, orang kepercayaan Bringer Lucivera. Hanya Bringer Lucivera dan Linsley-lah orang dari divisi lain yang cukup ramah padaku dan tak segan mengajakku berbicara. Aku pun bergegas menuju ke tempat duduk di sampingnya.

“Hari yang cerah untuk berperang, eh?” ujar Linsley sambil tertawa kecil ketika aku sudah duduk di sampingnya.

“Yah…” jawabku singkat tanpa berniat melanjutkan percakapan.

Kupandangi laptop di depanku, tapi bisa kurasakan Linsley masih memandangku sambil tersenyum. Bringer Lucivera melanjutkan briefingnya, tetapi aku hanya memandang kosong ke laptop di depanku untuk waktu yang cukup lama. Display di monitor laptop berubah-ubah mengikuti display monitor besar di depan ruang briefing. Tak ada yang benar-benar kuperhatikan, kecuali kalimat Bringer Lucivera sesaat sebelum menyudahi briefing.

“Seperti yang kalian tahu, berdasarkan komando Sage Procyon, misi kali ini hanya melibatkan Divisi II yang dipimpin Zeraphiel dan Divisi IV yang dipimpin olehku. Tapi Vaizard, Raydic, dan Nydia, 3 Officer dari Divisi III akan ikut membantu kita. Mereka diperbolehkan memberikan instruksi bagi anggota Divisi II dan Divisi IV yang berpangkat Supreme Gladiator ke bawah, jika kalian kehilangan kontak denganku, Zeraphiel, atau para Officer dari Divisi II dan IV”, tegasnya.

“Hmmph… Dan aku tidak akan membuang-buang waktu untuk memberikan instruksi pada siapapun.”

Bringer Zeraphiel menimpali dengan suara yang lantang namun terdengar sangat dingin.

“Karena banyak orang lemah yang terluka dan harus dirawat akibat peperangan yang lalu, jumlah total Divisi II dan IV pada misi kali ini hanya sekitar 600 orang. Sedangkan menurut mata-mata kita, jumlah Capella yang ada di Desert Scream diperkirakan mencapai 1000 orang. Kita outnumbered. Karena itu kita sengaja melakukan night raid sambil menunggu musuh lengah, agar kita memeroleh keuntungan di medan perang. Sage Procyon sudah mempercayakan misi ini pada kita, maka orang yang berani menyia-nyiakan kepercayaan Sage Procyon, tentu akan dijawab oleh pedangku!“ ancamnya seraya menggenggam hulu pedang.

Kalimat  terakhirnya sudah kudengar ratusan kali, sehingga membuatku hampir muntah karena muak. Tapi Zeraphiel memang tidak segan-segan untuk menghukum bawahannya sendiri. Tak lama kemudian, Bringer Lucivera pun mengakhiri briefing.

“Usai briefing, harap kalian segera menginstruksikan bawahan masing-masing untuk bersiap dan mengambil Legacy Weapon. Pukul 18.00 PM semua pasukan bersiap di base camp Desert Scream dengan astral bike masing-masing. Meskipun kita kalah jumlah, tapi aku berharap kalian tetap mengeluarkan kemampuan terbaik kalian, dan semoga korban di pihak kita dapat diminimalisir. Aku berdoa untuk keselamatan kita semua. Kode untuk misi kali ini adalah: NightScream. Briefing selesai.”

Aku segera berdiri dan menghampiri Bringer Lucivera untuk mendengarkan instruksi yang kulewatkan.






*)Based on my @CABALIndonesia's character. Written by an old friend. Edited by me.

No comments:

Post a Comment