Friday, 25 November 2011

Final Chapter: Fragments of Dreams (1)


Gelap…
Aku tidak bisa melihat apa-apa… Badanku pun mati rasa…
Apa aku sudah mati…?




Tidak!!

Aku berusaha membuka mata sambil berdiri dengan susah payah. Tubuhku penuh dengan luka, dan sepertinya beberapa tulangku patah. Tapi rasa sakitnya tidak seberapa dibandingkan sensasi mendidih pada organ dalamku akibat luka tusukan hellfire blade milik Nitemare. Nafasku terasa sangat berat. Pandanganku masih kabur. Lamat-lamat sebentuk ruangan mulai tergambar di mataku, atau tepatnya ruangan yang rusak parah akibat ledakan. Langit-langitnya koyak. Puing-puing reruntuhan berserakan di mana-mana. Kulihat sebuah bola kristal melayang rendah di atas altar yang masih berdiri angkuh di bagian depan ruangan. Hanya dua benda itu yang masih berbentuk utuh. Sangat kontras dengan sekelilingnya yang hancur lebur. Kristal itu memancarkan cahaya merah dan hitam bergantian. Mataku terbelalak. Bola kristal itu, Drosnin’s Eye!

Sontak mataku segera mencari sesuatu di antara taburan debu-debu reruntuhan; atau tepatnya seseorang. Nitemare. Kudapati ia berada di depan tempatku berdiri. Tak persis berhadapan memang, jarak antara kami dibatasi sebuah dinding kaca yang sudah buram dan retak disana-sini. Ia masih berusaha bangkit seraya memegang kepalanya. Kondisinya tak jauh berbeda denganku, torehan luka juga mengambil banyak tempat di tubuhnya. Satu sama. Kini kami sudah sama-sama berdiri tegap. Kedua bola matanya yang merah menyala memandangku. Cairan merah perlahan meleleh dari sudut mulutnya. Kupastikan, seal of damnation milikku juga berhasil menggempur organ dalam miliknya. Dia mulai menyeringai sambil tertawa sinis.

“Hey, kau  yakin mau melanjutkan ini semua, kakak? Kau mungkin sudah bosan mendengar ini, tapi kuingatkan sekali lagi, untuk yang terakhir kali. Tak akan ada yang menang atau kalah dari pertarungan ini. Ingat, kita adalah kembaran yang sama-sama menerima kekuatan Drosnin’s Eye! Jika salah satu dari kita mati, maka yang satunya pun akan kehilangan nyawa dalam sekejap!”

Aku berusaha mengacuhkan ocehannya demi mengulur waktu selama mungkin untuk mengumpulkan tenaga. Tapi kata-katanya tentang kembaran membuatku kehilangan kesabaran.

“Cih! Aku tidak ingat kalau punya kembaran orang gila sepertimu. Kamu itu cuma kloningan yang dibuat dari DNA-ku, tidak lebih. Dan lucunya, kelihatannya memang kamu yang takut mati. Rupanya kloningan bisa takut mati juga, hah?”, ejekku sambil menyeringai, persis seperti dia.

“Ahahahahahahaha…”

Derai tawanya membahana. Nitemare nampak sangat puas.

“Ternyata kamu memang benar-benar kakakku!!”

Raut wajahnya sekarang menyiratkan nafsu membunuh yang sangat besar.

Ruangan bawah tanah itu kembali bergetar. Puing-puing dari langit-langit kembali berjatuhan. Semoga saja Stevaroz, Linsley, dan yang lainnya bisa keluar dari sini dengan selamat.

Dengan susah payah, kucoba memfokuskan kembali pikiran sambil mengumpulkan force di tangan kiriku dengan sisa-sisa tenaga. Force terkumpul lebih lama dari biasanya, namun perlahan tapi pasti, muncul aura api berwarna biru tua di telapak tangan kiriku. Tak ingin buang-buang waktu, segera kumasukkan force api tersebut ke pedang, membuatnya seketika menjadi fireblade dengan nyala api biru tua. Kulihat Nitemare juga melakukan hal yang sama, hanya saja force api pada pedangnya berwarna hitam pekat.

Nafasku masih terasa sangat berat. Kutarik nafas panjang dengan menahan nyeri di sekitar tulang rusuk.

Ini yang terakhir…
Untuk masa depan Nevareth, di mana dia dan semua orang yang berharga bagiku hidup…
Juga untuk diriku sendiri…

“Hehehe… Kakak, jika kamu memang sangat ingin bertempur denganku, akan kukabulkan sekarang juga!!”

Nitemare berlari sambil menghunus pedangnya. Aku beserta fireblade­ku pun segera menyambutnya.

…………….
…………….
…………….



*)Based on my @CABALIndonesia's character. Written by an old friend. Edited by me.

No comments:

Post a Comment