Thursday, 24 November 2011

Ketika Yin dan Yang Pecah Kongsi di Benua Xen


Setiap game selalu punya cerita, termasuk Xen Online. Cerita inilah yang menjadi latar belakang atas alur perjalanan para pemain gamenya, para Xenians. Setiap situs yang menjelaskan tentang Xen Online selalu dihiasi dengan cerita mengenai perseteruan antara Dewi Jurea dan Dewi Plutan. Kakak beradik yang bertugas menjaga keseimbangan di Benua Xen. Mungkin memang sudah takdir bahwa selalu ada pertikaian di antara saudara sedarah. Sama seperti sejarah Bumi yang ditandai dengan pembunuhan pertama oleh putra Adam. Qabil membunuh Habil. Sang adik membunuh si kakak lantaran iri dengki.

Bagi saya, dekonstruksi atas sebuah teks tidak melulu berupa lelaku destruktif, melainkan sebagai sebuah konstruksi baru yang merupakan re-interpretasi terhadap teks yang ada. Maka, inilah sebuah dekonstruksi atas kisah Jurea dan Plutan, yang saya upayakan untuk tidak merusak citra atas penokohan dalam dongeng aslinya.

Berbeda dengan sejarah Bumi, kisah ini dimulai saat sang Pencipta membentuk dunia yang disebutnya Benua Xen. Sebagai satu-satunya yang Maha Sempurna, sang Pencipta tak pernah menginginkan hal yang  menjauhi nilai sempurna. Maka demi menciptakan kesempurnaan, Ia menugaskan dua dewi untuk membawa keseimbangan di Benua Xen. Kedua dewi yang sifatnya bertolak belakang meskipun dalam tubuh mereka mengalir darah yang sama. Keduanya laksana unsur Yin dan Yang. Kedudukan mereka sebagai dewi semakin menjadikan konsep Yin Yang tersebut sebagai dua kekuatan dengan polaritas abadi yang selalu berlawanan namun selalu saling melengkapi. 
Taiji, lambang Yin dan Yang
Jika unsur yang satu mendominasi di atas unsur lainnya, tak ayal ketidakseimbangan akan tercipta. Tentu kau pun tahu bahwa sesuatu yang tak seimbang akan berjalan timpang. Pincang. Dikisahkan, Jurea Sang Dewi Kasih adalah perwujudan dari bentuk Yin di dunia. Sedangkan adik kembarnya, Plutan sebagai Yang menempati posisi oposisi. Dialah Plutan Sang Dewi Perang. Begitu Maha sang Pencipta. Ia menjadikan cinta kasih bersanding dengan angkara murka, seakan paham bahwa murka yang luruh akan meninggalkan cinta, juga sebaliknya. Cinta berlebih justru menimbulkan emosi jiwa. Dua hal yang bertolak belakang tapi saling membutuhkan dan saling melengkapi. Cinta tak akan terasa rasa kasihnya jika kita tak mengenal rasa benci maupun emosi. Murka pun tak lagi menjadi ganas jika tak dibandingkan dengan perilaku yang welas asih.

Jika si kakak dipuja karena berkah dan kehangatannya pada manusia, Plutan justru dihormati karena kekuatannya. Ia dihormati, tapi sekaligus ditakuti. Lagipula, siapa yang tak gentar jika setiap kehadiran Plutan seringkali dihiasi aura kompetisi pada setiap diri? Beruntung, Jurea tak pernah terlalu jauh dari si adik. Secepat kilat, aura kompetisi akan teredam oleh sinar kasih yang ia pancarkan. Percaya atau tidak, orang yang telah siap menghempas pedang pun akan luruh begitu Jurea mendekat. Walhasil, darah manusia tak pernah sukses tumpah ruah di Benua Xen.

Dewi Jurea
Nyatanya, peran sebagai dewi tak pernah bisa menghapus naluri manusia. Perlahan tapi pasti, Plutan mulai berteman akrab dengan rasa iri dengki. Ia iri pada sang kakak yang begitu dielu-elukan para manusia. Sedang dirinya? Kehadirannya tak pernah diharapkan. Tak ada manusia yang membuat candi megah dalam semalam untuknya. Arca dirinya hanya terpasang di beberapa tempat. Dia sadar, manusia selalu menciut saat dirinya melenggang dari langit. 

"Kak, kenapa tak ada manusia yang menyanjung pada setiap kedatanganku? Kenapa mereka selalu menghindar saat aku ingin berbincang?"
"Ah Plutan adikku, siapa bilang tak ada manusia yang menyanjungmu. Dengarlah, saat ini ada kelompok yang tengah melantunkan puja-puji padamu. Apa kau lupa kalau kemarin ada manusia yang mengganti rangkaian bunga di candimu? Mereka menghormatimu kok."
"Tapi rasa takut mereka jauh lebih besar! Kenapa aku harus seperti ini? Kenapa aku berbeda denganmu?"
"Tugas kita adalah menciptakan keseimbangan di benua ini. Tugasmu menciptakan atmosfer kompetisi agar manusia bergerak menjadi lebih baik, dan tugasku lah untuk meredam kompetisi tersebut jika sudah berpotensi menimbulkan perselisihan."
"Maksudmu, tugasku lah untuk mengacaukan segala sesuatu, dan dirimu lah yang akan menjadi pahlawannya? Cih!"

Hati Plutan memanas. Penjelasan Jurea tak lagi ia dengarkan. Baginya, candi Plutanius yang semakin sepi sudah menjadi bukti bahwa dirinya perlahan mulai ditinggalkan dan dilupakan manusia. Kini dirinya mulai diselubungi aura hitam. Aura sama yang selalu ia sebarkan pada manusia. Tangannya kini mulai meremas rangkaian bunga yang diambilnya dari altar candi. Bunga itu sudah kering selama 3 hari, dan belum ada orang yang menggantinya. Padahal candi milik kakak kembarnya tak pernah sepi dari bunga-bunga segar, juga arca-arca cantik berkalung bunga. Telinganya kini mendengar puja-puji yang dihaturkan manusia pada kakaknya, Dewi Jurea. Makin lama pujian tersebut makin terdengar nyaring. Setiap pujian dan doa-doa yang didengar semakin menambah pekat aura di sekeliling Plutan. Ia makin gusar. Badannya bergetar menahan gejolak amarah. Dengan cepat tangannya meraih jubah milik Jurea lalu dipakainya. Jubah tersebut kini  berayun ringan seiring langkah Plutans menuju candi yang dipersembahkan untuk kakaknya.

"Ah, itu ada dua manusia. Coba aku lihat, apakah dengan jubah milik kakak ini mereka akan mengenaliku sebagai Plutan atau tidak."


Plutan mengatur langkahnya. Berusaha semirip mungkin dengan sang kakak yang selalu berjalan anggun. Ia mulai menarik nafas panjang untuk menghilangkan aura kemarahannya. Dengan percaya diri ia dekati kedua pria yang tengah berdoa di depan arca berbentuk kakaknya.

Dewi Plutan yang lagi menggunakan jubah milik Dewi Jurea 
"Ah, arca kakak pun dihias dengan rangkaian bunga sebagai mahkota dan gelang tangan. Cantik sekali. Sangat berbeda dengan arca milikku yang tak berhias apapun."

Kini ia hanya berjarak 1 meter dari kedua pemuja arca Dewi Jurea. Keduanya masih belum menyadari kehadiran Plutan. Plutan sendiri justru asyik menikmati raut kedua pria di depannya tersebut. Tak lama kemudian, kedua pria itu menangkupkan kedua tangan di depan muka tanda selesai berdoa, lalu bergumam "Semoga dewi menerima persembahanku" sambil menyodorkan tampah berisi rangkaian bunga segar dan buah-buahan paling cantik yang pernah dilihat Plutan. Saat mendongakkan kepala, kedua pria tersebut terlonjak kaget melihat Plutan yang dikiranya sebagai Jurea.

"Oh dewi... Betapa beruntungnya kami bisa menemuimu di sini. Mohon terima doa dan persembahan kami ini yang tak seberapa."
"Ya dewi, mohon terima persembahan kami. Ini sebagai bentuk syukur kami atas kasih yang kau limpahkan pada kami."

Plutan masih terdiam. Ia kaget dengan sambutan kedua pria tersebut. Setelah sekian lama, baru kali ini ia menerima salam dan sanjungan seperti itu. Plus, baru kali ini pula ia bisa melihat rupa manusia dengan sangat jelas. Biasanya, orang-orang selalu menunduk dalam-dalam saat bertemu dengannya. Tapi kali ini ada orang yang mendongakkan wajah mereka padanya dengan mata berbinar, tanpa terselip rasa segan atau takut. Dan, amboi! Tampan sekali kedua pria yang dilihatnya ini. Perlahan jemari Plutan menelusuri rangkaian bunga di altar candi.

Tangannya mengambil buah anggur yang begitu ranum dari salah satu nampan persembahan. Tapi tiba-tiba,

"Dewi, cicipilah jeruk ini. Ini jeruk Pontianak kualitas super. Manis sekali. Cobalah..."
"Err, jeruk itu memang menarik, kulitnya berkilat licin. Tapi maaf, aku memang tak begitu suka buah jeruk, semanis apapun jeruk itu. Aku lebih suka anggur."
"Tapi dewi, lihatlah, persembahanku ini telah kutata dengan begitu artistik, begitu indahnya. Kau pasti suka, dewi. Persembahan milik temanku hanya berisi satu macam buah tapi lihatlah milikku, beragam buah ada di dalamnya"
"Ya, aku suka sekali dengan persembahanmu ini. Aku suka dengan kedua persembahan kalian. Dan sekarang, tolong biarkan aku menikmati anggur segar dari persembahan temanmu ini. Aku sudah lapar sekali. Ah ya, soal permohonan kalian, akan kupastikan kebun buah milikmu akan bebas hama dan menghasilkan buah-buah segar berkualitas. Dan kamu tukang bunga, tak perlu khawatir. Ilalang di lahanmu akan hilang esok pagi dan akan menghasilkan tulip ungu yang rupawan. Ungu yang segar seperti buah anggur ini."
"Baik, dewi. Terima kasih, nanti akan kupersembahkan tulip cantik untukmu."
"Dewi, setidaknya terimalah buah pir atau kiwi ini."

Plutan melenggang pergi dengan menenteng rangkaian buah anggur di tangannya. Suasana hatinya kini menjadi lebih riang berkat buah kesukaannya tersebut. Namun ia tak sadar, pilihannya untuk mengambil buah tersebut telah menorehkan dengki pada si tukang buah. Plutan kembali ke khayangan tanpa mengetahui bahwa si tukang buah telah berencana menyimpan sebilah pedang tajam untuk esok hari. Begitu tiba di khayangan, ditanggalkannya jubah milik Jurea. Malam nanti, ia akan menebarkan benih tulip ungu sebelum berlayar ke alam mimpi.

***

Khayangan gempar. Untuk pertama kalinya wajah Jurea merah padam karena menahan amarah yang memuncak. Ia merasa terhina atas kelakuan sang adik. Ia baru saja mendapat laporan bahwa arca di candi utamanya kini berhias genangan darah. Tepat di bawah kaki arca terdapat nampan persembahan berisi tulip ungu, di sampingnya tergeletak pria penanam bunga, kepalanya retak tanda bekas dipukul benda keras. Bisik-bisik yang beredar mengatakan bahwa ia lah penyebab kematian pria muda tersebut. Siapa lagi yang paling sering ada di candi selain Dewi Jurea? Padahal ia tak bertemu pria tersebut sebelumnya. Tulip ungu. Ia ingat kalau bunga itu adalah bunga kesukaan Plutan. Sedangkan dirinya mencintai bunga mawar kuning. Lagipula, siapa lagi yang paling berpotensi menebarkan kematian selain adik kembarnya tersebut.

Tergesa ia menuju peraduan sang adik. Ia harus minta penjelasan tentang hal ini. Hatinya tersayat melihat candinya dinodai sebuah dosa besar manusia. Bau anyir darah sudah menyebar kemana-mana. Inilah darah pertama manusia yang sengaja ditumpahkan. Entah karena alasan apa, ia belum mengetahuinya.

"Plutan, bangun kau! Kau berhutang sebuah penjelasan padaku."
"Ah kakak, aku masih mengantuk. Ada apa? Tumben sekali kakak berteriak."
"Kau harus menjelaskan tentang tulip ungu yang ada di candiku. Itu kan bunga favoritmu, kenapa ada orang yang menaruhnya di situ?
"Oh, kemarin aku meminjam jubahmu, kak. Lalu aku lihat ada dua orang yang sedang memujimu. Hebat! Pertama kalinya ada orang yang mau benar-benar berbincang denganku loh, kak. Terus mereka mengajukan doa, ya aku kabulkan saja. Hitung-hitung aku membantumu. Oh ya, maaf, persembahan si tukang bunga aku ambil sedikit. Cuma buah anggurnya kok. Lagipula kau masih punya banyak buah lain dari persembahan temannya, si tukang buah."
"Bagus sekali kau menyamar menjadi diriku tanpa ijin. Kau tahu Plutan, tukang bunga yang kau sebut sudah memberikan tulip ungu sebagai persembahan."
"Wah, berarti dia benar-benar menepati janjinya. Kemarin aku bilang doa mereka aku kabulkan. Tukang bunga mendapat tulip ungu yang indah, sedangkan tukang buah dapat buah-buahan segar dan bebas hama. Ah ya ampun! Aku lupa menghilangkan hama di kebun si tukang buah, kak. Semalam aku sudah terlalu capai menebarkan tulip ungu. Sudah lama sekali aku tak mengabulkan permohonan manusia. Minggir, kak. Aku harus buru-buru ke kebun si tukang buah."
"Untuk apa? Kau pasti sengaja kan melupakan janjimu untuk mengabulkan permohonan si tukang buah? Asal kau tahu, Plutan. Tukang bunga yang kau beri tulip ungu itu tadi pagi tergeletak di candiku. Ia mati bersimbah darah. Di candi milikku, Plutan!"
"Hah? Aku tak tahu kak. Lagipula buat apa aku sengaja melupakan janjiku?"
"Tak perlu berkelit lagi. Aku tahu. Kau iri padaku, makanya kau menyamar jadi diriku. Lalu kau tebar benih permusuhan antar kedua pria itu. Kau hanya mengambil persembahan tukang bunga. Lalu kau sengaja melupakan janjimu pada si tukang buah. Dengan begitu si tukang buah akan marah lalu membunuh tukang bunga. Tega-teganya kau Plutan menumpahkan darah benua ini, terlebih lagi di candiku."
"Tapi kak..."

Penjelasan Plutan tak pernah selesai. Jurea keburu termakan amarah dan pergi menuju candi. Kepercayaannya pada Plutan telah lenyap. Niatnya untuk meminta para pemujanya untuk ikut merayakan hari lahir Plutan yang jatuh pada esok hari hilang. Mengetahui apa yang telah Plutan lakukan kali ini membuat dirinya benar-benar marah pada sang adik tersayang.

Di dalam kamar, Plutan pun merasa marah pada sang kakak. Ini kali pertama ia tak dipercaya, juga kali pertama sang kakak marah padanya. Amarahnya makin memuncak saat mengetahui tak ada manusia yang mempersiapkan perayaan hari lahirnya. Ia merasa dibuang oleh sang kakak, juga dilupakan oleh manusia.  Aura hitam pekat kini mulai menyelimuti Plutan. Secara diam-diam ia membuat rencana untuk menuntaskan dendamnya. Baginya, jika selama ini manusia selalu segan padanya, maka ia akan benar-benar memberikan rasa takut pada mereka. 

"Akan aku panggil kejahatan dari neraka, untuk menciptakan neraka di Benua Xen. Neraka yang tak akan pernah bisa dilupakan manusia."

Plutan bergegas menuju neraka. Selama ini kekuatan neraka tersegel erat di pusat bumi. Hanya dirinya yang mampu membuka gerbang neraka. Untuk membawa neraka, Plutan tentu akan membutuhkan bantuan Tetsarotsa, Raja Neraka. Rencana yang tak sulit, karena Tetsarosta dan para pengikutnya telah ribuan tahun berusaha keluar dari pusat bumi untuk mengobrak-abrik Benua Xen. Tawaran kerja sama dari Plutan jelas disambut gembira oleh Tetsarotsa. Bahkan Tetsarotsa telah menyiapkan ratusan monster andalannya untuk meramaikan Benua Xen dengan kuasa jahat dan kehancuran.

Kesalahpahaman antara Jurea dan Plutan, dewi kembar pencipta keseimbangan di Benua Xen, telah mengacaukan alur waktu dan Mana. Jika Yin dan Yang terpisah, lingkaran energi tak lagi berputar secara sinergis. Hanya Xenian-lah yang mampu mengembalikan keseimbangan dan menyatukan kongsi Yin-Yang yang pecah di Benua Xen menjadi Taiji. Demi keseimbangan dan kedamaian. Ya, demi kembalinya persatuan antara Jurea dan Plutan, para Xenian harus memulai petualangannya. Di sini, di Xen Online Indonesia. 


*Based on Xen Story by XOI, Ilustrasi Dewi by Shiramune@DevianART (yang saya interpretasikan secara sangat bebas sebagai Dewi Jurea dan Dewi Plutan, ihihihi)
**more about Xen Online bisa jalan-jalan ke http://xenindo.blogspot.com/ ya :)
*** Sayangnya, nasib game Xen di Indo gak awet, cuma beberapa bulan lalu hilang gulung tikar..

No comments:

Post a Comment