Tak game center di kota besar saja yang menuai untung dari game online. Game center di Jatinangor misalnya, juga ikut kecipratan untung. Berdasarkan pengamatan kami, mayoritas game center selalu ramai oleh penggunanya selama 24 jam, dengan rata-rata pemakaian seorang gamer sekitar 6-10 jam tiap harinya. Tiap game center rata-rata memiliki 15-25 komputer. Meskipun pemilik-pemilik game center tersebut enggan menyebut besaran angka, namun berdasarkan perhitungan kami, dengan tarif sejam sebesar Rp 2000, maka pendapatan yang didapat kurang lebih Rp 400 ribu, atau sebesar Rp 12 juta sebulan.
Wow! Ini angka yang cukup lumayan mengingat biaya perawatan komputer dan jaringan internet yang harus dibayarkan pemilik rata-rata tak mencapai 20% dari total pendapatan per bulannya. Jumlah ini masih bisa bertambah jika game center juga menjual voucher game. Apalagi kebanyakan pemain game memang menyediakan anggaran khusus untuk bermain game. Seperti Lis yang mengaku menganggarkan biaya sebesar Rp 600 tiap bulannya.
“Uang segitu Lis pake buat bayar sewa komputer sama beli voucher gamenya. Tapi bisa juga nambah kalau lagi kepengen buat beli ini-itu buat memperbagus karakter,” jelas lulusan DIII Sastra Jepang Universitas Padjadjaran (Unpad) angkatan 2000 ini.
Sayangnya tak semua game center menuai laba yang sama. Topan misalnya, pemilik Magnetic Cyber Cafe di Jln. BBK Ciamis. Selain menyediakan layanan jasa internet, ia juga menyediakan layanan jasa game online. Meski ia tetap enggan menyebut berapa laba yang didapat, ia memberikan gambaran perbedaan perbandingan pengunjung.
“Kalo yang maen game per bulannya bisa sampe 140 orang, rata-rata mainnya 3-4 jam. Sedangkan pengguna internet jumlahnya lebih banyak. Dalam sehari aja ada 50 orang, dengan pemakaian rata-rata 1,5 jam. Tarifnya sama, Rp 4000 per jam. Silahkan aja itung sendiri. Kalau dihitung-hitung, lebih besar pendapatan dari warnet sih. Adalah, perbandingannya 1:3 antara dari warnet dan game center,” jelas Topan.
Game Online dan Interaksi Sosial
Sebuah penelitian berjudul "Where Everybody Knows Your (Screen) Name: Online Games as 'Third Places'" yang diterbitkan oleh Journal of Computer-Mediated Communication bulan Agustus 2008 mengenai dampak dari game online terhadap kehidupan sosial pemainnya mengemukakan bahwa beberapa game online ternyata dapat mendorong terjadinya interaksi sosial dan cara baru dalam memandang dunia.
Penelitian tersebut dijalankan oleh Constance Steinkuehler dan Dimitri Williams. Steinkuehler adalah profesor pendidikan dari University of Wisconsin di Madison dan Williams adalah profesor komunikasi verbal dari University of Illinois di Urbana-Champaign. Menurut mereka, game online telah menjadi sebuah media sosial yang dinamakan “Third Places”. Istilah "Third Places" sendiri dikemukakan pertama kali oleh sosiolog Ray Oldenburg pada 1999 untuk menjelaskan tempat fisik di luar rumah dan tempat kerja yang digunakan orang untuk berinteraksi sosial secara informal.
Menurut mereka, selain sebagai tempat untuk berinteraksi sosial antara orang dengan kegemaran yang sama, game online juga dapat menjadi jembatan komunikasi untuk berbagi pandangan mengenai dunia dari orang yang berbeda pandangan. Menanggapi isu buruk mengenai dampak negatif dari game online terhadap kepribadian pemainnya, Williams berpendapat bahwa anggapan game online akan membuat pemainnya anti-sosial justru melanggar tujuan sebenarnya dari game online itu sendiri. Game online muncul karena semakin sedikitnya interaksi sosial terhadap orang yang sama sekali belum dikenal dan mereka berfungsi hampir sama seperti chatting. Walau demikian, Williams juga menegaskan bahwa game online hanya bekerja sebagai jembatan. Untuk membentuk ikatan sosial yang kuat, pemain tetap harus bertemu secara fisik.
***
Sebuah komunitas biasanya terbentuk dari tujuan maupun hobi yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komunitas adalah kelompok organisme yang hidup dan saling berinteraksi dalam suatu daerah tertentu. Dengan demikian, tentu orang-orang yang saling berinteraksi di ranah maya pun tentu bisa disebut dengan komunitas.
Komunitas game online tercipta dari kesamaan hobi, yaitu bermain game online. Ada dua jenis komunitas game online. Pertama, adalah komunitas yang tercipta melalui interaksi yang intensif di dalam game. Komunitas ini sangat jarang bertemu. Biasanya mereka hanya bertemu di dalam game melalui karakter game masing-masing. Malah kadang mereka sama-sama buta mengenai informasi pemain yang sebenarnya. Yang mereka kenal adalah karakter game, bukan pemainnya.
Komunitas yang kedua adalah komunitas yang tercipta dari interaksi pemain di dunia nyata. Bisa jadi, komunitas itu terdiri dari segolongan orang yang telah saling mengenal sebelumnya, lalu sama-sama bermain game. Bisa juga dibentuk dari hubungan di dalam game yang kemudian berlanjut ke kehidupan nyata. Anggota komunitas ini saling mengenal pribadi pemain satu sama lainnya. Mereka sering bertemu muka dan mengadakan kegiatan bersama yang disebut gathering. Biasanya komunitas yang seperti ini lebih kental unsur persaudaraannya.
“Aku punya dua komunitas game. Yang satu aku kenal di dalam game, kami sama-sama satu guild (organisasi partai dalam game,red) di game RF Online. Kami saling kenal nama, muka, juga nomor handphone. Soalnya pernah ada ganthering. Kita janjian ketemuan terus main game bareng di satu warnet. Yang satunya lagi adalah teman-teman satu warnet. Jenis game yang dimainin beragam. Kita saling kenal karena sama-sama main di satu tempat”, jelas Gugum.
Selain kedua jenis komunitas di atas, ada pula komunitas yang diwadahi dalam suatu situs. Contohnya situs www.ayodance-fansite.com. Situs ini sengaja dibuat untuk menampung para pemain game Ayodance—permainan online dimana pemain saling adu ketangkasan dalam menari.
Komunitas-komunitas tersebut kadang-kadang juga mengadakan pertandingan antar pemain berupa team. Misalnya turnamen DotA yang diadakan warnet Kumatte pada tanggal 17-29 November 2008. DotA adalah jenis game yang paling banyak dipertandingkan. Tak tanggung-tanggung, kadang hadiah utamanya mencapai Rp 2-3 juta. Satu team terdiri dari empat orang. Penontonnya pun tak kalah seru. Seperti Kamis (20/11/2008) sore, sejak pukul 13.00 telah diadakan pertandingan. Penontonnya adalah peserta turnamen lainnya atau orang-orang yang biasa bermain DotA. Jangan heran jika selalu ada teriakan di mana-mana. Entah berupa instruksi kepada teman satu team, atau umpatan saat karakter yang dimainkan mati.
Cari Jodoh di Game Online
Hubungan yang terjadi di dalam game tak berupa komunitas saja. Bahkan kadang ada pasangan yang bertemu lewat game. Kata orang, soal jodoh sudah diatur Tuhan, dan bisa ditemukan di mana saja. Tak ada yang dapat memastikan. Contohnya Ageng, mahasiswa tingkat akhir di Universitas Pembangunan Nasional. Siapa mdapat menyangka, sepuluh bulan lalu, ia bertemu dengan pacarnya, Via di dalam game. Mereka berdua sama-sama bermain RF Online. Awalnya, Ageng sempat tak yakin teman main yang selalu ia ajak bicara dalam game adalah seorang perempuan.
“Soalnya jarang ada cewek yang main game strategi kaya RF Online. Apalagi karakter yang dia mainin itu karakter robot yang enggak ada manis-manisnya. Akhirnya (saya,red) minta alamat situs Friendster, nomor handphone dan kita ketemuan. Baru deh saya percaya kalo dia itu bener perempuan,” jelas pria bertubuh subur ini.
Lain halnya dengan Ramdhan. Pria lulusan Universitas pemain game Audition Ayodance ini tergila-gila pada perempuan yang dikenalnya di game online. Padahal ia baru mengenal perempuan itu di dalam game. Belum pernah bertemu langsung, hanya berkomunikasi lewat telepon dan pesan elektronik singkat (sms,red).
“Sayangnya, dia sudah punya pacar. Tapi saya enggak mau nyerah. Selama belum ada janur kuning melambai, berarti masih ada harapan,” tegas pria lulusan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Bahkan demi cintanya tersebut, Ramdhan memilih minggat dari rumahnya di Yogyakarta karena menolak dijodohkan dengan perempuan pilihan orang tuanya.
“Kata orang mungkin saya ini gila, karena suka dengan orang yang baru dikenal di dunia maya. Terserah orang mau bilang apa, tapi buat saya, ini hal yang nyata,” tuturnya berapi-api
Namun kisah cinta kadang berakhir tragis. Seperti yang dialami seorang perempuan berkenegaraan Australia yang dijebloskan ke penjara akibat menjalin asmara dengan teman main game onlinenya, seperti yang diceritakan Juli dalam sebuah forum komunitas game.
Si perempuan adalah seorang mahasiswi berusia 31 tahun asal Australia, Tamara Broome, yang gemar bermain game World of Warcraft. Ternyata di dunia maya itu ia bukan hanya menemukan petualangan, tapi juga asmara. Sialnya, saat ia ingin melanjutkan hubungan itu ke tingkat yang lebih serius, ia justru harus masuk penjara. Penyebabnya, ternyata orang yang selama setahun menjalin cinta dengannya adalah seorang pemuda asal Amerika Serikat yang ‘baru’ 17 tahun. Saat Broome mengunjungi sang kekasih, ia justru dimasukkan penjara dengan tuduhan hendak melakukan penculikan pada anak di bawah umur. Memang, menurut hukum setempat di North Carolina, si laki-laki masih dikategorikan sebagai anak bawah umur. Malang baginya, karena jika terbukti bersalah Broome bisa mendekam kurang lebih dua tahun di penjara setempat.
Di Indonesia, kisah cinta lewat game online malah berbuntut terbunuhnya si perempuan. Tahun 2004, beredar informasi di kalangan pemain game tentang kematian salah satu pemain asal Jakarta. Pemain wanita dengan nama alias Dewi ini dibunuh oleh teman bermainnya di game Tantra Online.
“Mungkin terdengar enggak real, tapi ini nyata. Saya dan Dewi ini bermain game yang sama. Bahkan kami satu komunitas. Waktu itu ada yang pemain yang ternyata suka sama dia (Dewi,red), dan enggak rela kalau ternyata Dewi udah nikah. Beberapa lama kemudian Dewi enggak main (game online,red), enggak tahunya ternyata dia dibunuh sama cowok pengagumnya itu. Saya juga sempet enggak percaya. Tapi, ya, itu kejadian yang sebenarnya. Dia diculik, diperkosa, terus dibunuh,” tutur Aldy (26), mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad).
***
Banyak orang yang menyangsikan hubungan yang terbina lewat game online.
“Alah, paling kalau sampai pacaran juga cuma sebentar. Apalagi kalau cuma teman. Gak akan bertahan lama deh,“ ujar Agnes apriori.
Baginya, suatu hubungan melalui cara yang konvensional—tidak melalui game—akan lebih awet. Kalau cerita Lis beda lagi. Ia dan Agra sama-sama saling mengenal dan mencari game online untuk dimainkan. Namun mereka memilih game yang berbeda. Lis memainkan game Ayodance, sedangkan Agra lebih memilih permainan DotA. Kini mereka berdua telah menikah dan masih tetap bermain game online.
Jadi, tak selamanya hubungan yang terbina melalui game online adalah hubungan yang semu, baik hubungan pertemanan atau percintaan. Tak perlu khawatir untuk memperluas silaturahmi lewat game online. Selama itu dilakukan dengan niat yang baik, pasti hasilnya akan baik pula. Sekarang tak perlu ragu lagi bukan, untuk mencari teman di game online?